Ini 12 Rekomendasi Komnas HAM soal Konflik di Papua
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, sepanjang Januari-Desember 2024, terdapat 113 peristiwa hak asasi manusia di Papua, dengan 85 di antaranya berdimensi konflik bersenjata dan kekerasan. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan situasi itu menyebabkan berbagai persoalan, mulai korban jiwa hingga masalah pengungsian.
"Dampak dari konflik bersenjata dan kekerasan ini menimbulkan berbagai persoalan, baik korban jiwa maupun luka-luka, terjadinya pengungsi internal, dan terhentinya berbagai layanan publik," kata Atnike di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
Menurut Atnike, dari 85 peristiwa konflik bersenjata dan kekerasan, korban jiwa yang ditimbulkan mencapai 61 orang, dengan 39 orang mengalami luka-luka dan 17 orang menjadi korban penyanderaan. Dia mengatakan Provinsi Papua Tengah merupakan wilayah dengan jumlah konflik terbanyak dibanding provinsi lain di Papua.
"Dari segi persebaran wilayah, sepanjang tahun 2024, peristiwa konflik bersenjata dan kekerasan yang tertinggi terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, sebanyak 22 peristiwa, diikuti Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, sebanyak 13 peristiwa, Paniai, Papua Tengah, 12 peristiwa," katanya.
"Yahukimo, Papua Pegunungan 10 peristiwa, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan 7 peristiwa, dan Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan sebanyak 7 peristiwa. Jadi daerah yang rentan, jadi konflik dan kekerasan adalah di Provinsi Papua Tengah," ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo mengatakan, selain konflik bersenjata, konflik agraria yang berkaitan dengan rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) juga ditemui di Papua. Dia mengatakan salah satu proyek tersebut adalah PSN pangan di Merauke, Papua Selatan.
Menurut Prabianto, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan dan pelibatan masyarakat lokal Papua.
"Kita tahu semua bahwa pemerintah telah mencanangkan akan membangun PSN pangan di Merauke dengan menggunakan lahan kurang lebih 2 juta hektare. Nah, hal ini juga berpotensi terhadap masyarakat dari setempat akan hak atas tanah dan keberlanjutan kehidupan mereka," ucapnya.
"Tentunya dalam hal ini, sepanjang proses perencanaannya ini tidak, artinya dari tidak dari awal melibatkan masyarakat setempat, tidak melakukan FPIC (Free, Prior, and Informed Consent), harus ada informasi awal dan persetujuan awal dari masyarakat setempat, tentunya ini sangat berpotensi untuk terjadinya pelanggaran hak-hak masyarakat adat setempat," katanya.
Lebih jauh, Prabianto mengatakan, Komnas HAM memiliki 12 rekomendasi terkait penanganan konflik di Papua. Rekomendasi itu meliputi penghentian kontak senjata hingga mengevaluasi pembangunan PSN dan mengutamakan pembangunan bagi warga lokal atau orang asli Papua (OAP).
Berikut ini 12 rekomendasi Komnas HAM soal penanganan konflik di Papua
- Komnas HAM menyerukan agar para pihak menghentikan kontak senjata dan tindakan kekerasan lainnya yang menyebabkan eskalasi konflik dan mengancam keselamatan warga sipil.2. Meminta aparat keamanan agar senantiasa menggunakan penanganan terukur dan proporsional untuk menghindari jatuhnya korban.3. Meminta Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) dan maupun aparat agar tidak menempatkan warga sipil dan fasilitas layanan publik sebagai target sasaran dalam konflik.4. Meminta Pemda agar memulihkan fasilitas layanan publik pasca terjadinya konflik bersenjata agar masyarakat dapat mendapat pelayanan dan dapat beraktivitas kembali.5. Meminta pemerintah pusat untuk mendukung Pemda dalam memulihkan fasilitas layanan publik di wilayah-wilayah pasca terjadinya konflik.6. Meminta Pemda agar lebih responsif dan memprioritaskan penanganan pengungsi internal di wilayahnya.7. Meminta aparat penegak hukum untuk memastikan proses penegakan hukum yang efektif terhadap kasus kekerasan, termasuk kekerasan terhadap pembela HAM.8. Meminta seluruh Pemda yang telah terbentuk pasca pilkada agar memberikan perhatian khusus terhadap persoalan dan/atau sengketa lahan, agraria, dan sumber daya alam, termasuk proyek strategis nasional (PSN), untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang efektif dan menghormati HAM.9. Mendesak Pemerintah Pusat dan daerah untuk memastikan penerapan prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan di seluruh provinsi Papua, termasuk bagi proyek-proyek strategis nasional.10. Meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menunda pelaksanaan PSN yang masih menghadapi sengketa, dan mendorong proses penyelesaian melalui dialog dan partisipasi khususnya bagi masyarakat terdampak;11. Meminta Presiden agar mengedepankan pendekatan HAM dalam upaya penyelesaian konflik dan pemulihan keamanan di Papua.12. Meminta Presiden untuk memastikan setiap kebijakan pembangunan di Papua memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat, terutama Orang Asli Papua (OAP).
Simak juga video Komnas HAM Minta Anggaran Tambahan Rp 37,15 M, Kawal Pembangunan IKN
[Gambas Video 20detik]