Insiden Siswa Keracunan MBG, Magelang Perketat Pengawasan Mutu Makanan
MAGELANG, KOMPAS.com – Puluhan siswa SD Negeri Dukuh 03 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kejadian ini memunculkan perhatian serius terhadap kualitas dan pengolahan makanan dalam program tersebut.
Di Kota Magelang, Jawa Tengah, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memastikan bahwa makanan dalam program MBG disiapkan dengan mutu terbaik.
Kepala SPPG Kota Magelang, M Rauuf Oktavian Nur, menjelaskan bahwa pihaknya hanya menggunakan bahan baku segar yang langsung diolah dan dihabiskan pada hari yang sama.
"Supplier bahan baku ini juga mengirim ke taruna di Akmil dan SMA TN. Jadi, sudah sesuai standar," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
Rauuf juga menambahkan bahwa seluruh tenaga kerja di dapur sudah memiliki sertifikasi food handler dan bertugas memastikan semua makanan matang sebelum disajikan.
"Kami juga ada ahli gizi. Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada keluhan dari para siswa," katanya.
Program MBG di Magelang telah berjalan selama 11 hari di 16 sekolah dengan total sasaran 2.629 siswa.
Menurut Rauuf, makanan yang diberikan hampir selalu habis dikonsumsi oleh siswa, dengan hanya sedikit sisa yang kembali.
"Paling sisa makanannya seukuran dua plastik kecil. Anak-anak hampir suka semua menu yang kami variasikan," tambahnya.
Di Sukoharjo, keracunan yang dialami siswa SDN Dukuh 03 dilaporkan terjadi setelah mereka mengonsumsi nasi putih, ayam tepung, tumis wortel tahu, buah naga, dan susu pada Senin (13/1/2025).
Beberapa siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 mengalami gejala seperti mual, pusing, dan muntah.
Kepala SDN Dukuh 03, Lilik Kurniasih, menyebut bahwa hal ini terjadi sekitar pukul 09.30 WIB, beberapa jam setelah siswa menyantap makanan tersebut.
Kepala Puskesmas Sukoharjo Kota, Kunari, menduga penyebab keracunan adalah makanan kurang matang, terutama pada ayam yang menjadi bagian dari menu MBG.
“Biasanya, jika makanan kurang matang, bau atau teksturnya sudah berbeda. Namun, dalam kejadian ini, anak-anak tidak merasakannya. Begitu mereka makan, baru merasa sakit perut,” jelas Kunari.