Inventaris Aset Belum Rapi jadi Ganjalan Asuransi Barang Milik Negara

Inventaris Aset Belum Rapi jadi Ganjalan Asuransi Barang Milik Negara

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengeluhkan inventarisasi aset negara atau barang milik negara (BMN) saat ini masih belum terdata lengkap yang membuat cakupan objek BMN yang bisa diasuransikan belum optimal.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menjelaskan skema asuransi BMN ini dimulai dari Kementerian Keuangan yang mendata BMN yang bisa diasuransikan. Selanjutnya, data tersebut akan diberikan kepada Konsorsium Asuransi BMN untuk kemudian menjadi objek asuransi. 

"Karena data base inventaris negara itu masih berceceran. Mereka lagi mau nyusun kembali semua. Kan pembukuan mereka mungkin 20-an tahun, ada yang bancakan [bercampur] dari Belanda lah, rampasan perang. Nah, itu kan harus dilakukan satu inventarisasi dulu," kata Budi kepada Bisnis, Rabu (13/11/2024).

Adapun hingga 2023, nilai BMN yang sudah diasuransikan mencapai Rp68,5 triliun, atau hanya 34% dari total nilai BMN yang dapat diasuransikan sebesar Rp200,89 triliun.

Sementara itu, jumlah nomor urut pencatatan (NUP) BMN yang sudah diasuransikan sebanyak 9.672, atau hanya 12% dari jumlah NUP objek asuransi BMN sebanyak 83.331.

"Nah, yang baru terinventarisasi memang tidak sampai 40% itu dan itu yang langsung diasuransikan," kata Budi.

Di sisi lain, Budi memastikan kesiapan kapasitas konsorsium asuransi BMN apabila objek BMN yang dapat diasuransikan bertambah ketika inventarisasi aset negara juga bertambah.

Alasannya, perusahaan asuransi dan reasuransi yang bisa menjadi anggota konsorsium memiliki persyaratan dan kriteria yang ketat. Di antaranya seperti risk based capital (RBC) minimal 120% dan return on assets (ROA) harus di atas 150%.

Saat ini konsorsium asuransi BMN beranggotakan 59 perusahaan asuransi dan reasurasi swasta maupun BUMN. Budi menjelaskan jumlah keanggotaan ini tidak dibatasi asalkan perusahaan bisa memenuhi kriteria dan persayratan yang ditetapkan.

"Semua boleh saja masuk di dalam konsorsium asal memenuhi kriteria. Itu kan menjaga agar tidak default apabila perusahaan asuransi nanti ada klaim tidak bisa bayar. Itu bisa terjadi kalau kriterianya tidak memenuhi," pungkasnya.

Sumber