Ironi Taman di Jakarta: Dibangun untuk Warga, tetapi Dikuasai Preman

Ironi Taman di Jakarta: Dibangun untuk Warga, tetapi Dikuasai Preman

JAKARTA, KOMPAS.com - Di balik tawa dan ceria yang seharusnya menggema di taman-taman kota Jakarta, sebuah ironi tengah terjadi.

Taman-taman yang semestinya menjadi ruang bagi semua, tanpa batasan, kini justru menjadi ajang perebutan kekuasaan oleh orang yang mengatasnamakan kelompok.

Ruang publik yang diharapkan menjadi oase setiap warga, kini terancam kehilangan esensinya sebagai ruang bebas hambatan, tetapi terperangkap genggaman para preman.

Seperti yang terjadi di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Blok M, misalnya, kini menjadi sorotan setelah viralnya sebuah video yang mengungkap praktik tak semestinya di ruang publik itu.

Dalam video pada akun Instagram @jakartaselatan24jam, seorang pria berbaju hitam dengan topi merah tampak mendekati sekelompok pemuda yang sedang membuat konten.

“Ini izin sama siapa?” tanyanya dengan nada penuh kuasa.

Pengunjung pun mempertanyakan, apakah benar ruang publik seperti Taman Literasi memerlukan izin untuk sekadar membuat konten.

"Hah, tidak ada izin? Emang harus ada izin ya di sini, bukannya umum?" tanya salah satu pengunjung.

Namun, jawaban pria itu justru semakin membingungkan.

"Iyalah. Kalau mbak tidak mau, tidak ada yang ngurusin sana atau tengah jalan," katanya sambil menyebut nama sebuah organisasi masyarakat (ormas).

Sementara itu, VP Corporate Secretary, Legal, dan Strategy PT Integrasi Transit Jakarta (ITJ) Teuku Firmansyah menegaskan, taman ini tidak terafiliasi dengan ormas mana pun.

“Dalam pengelolaan operasional Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, PT ITJ tidak terafiliasi dengan lembaga maupun organisasi mana pun,” ujar Teuku, Minggu (12/1/2025).

Ia mengimbau masyarakat melaporkan kejadian serupa ke e-mail resmi, @itj-mrtjakarta.co.id atau petugas keamanan taman.

Sementara itu, Rifkyman, pria dalam video itu, akhirnya meminta maaf setelah ditangkap Polsek Kebayoran Baru.

“Saya dari Pemuda Pancasila meminta maaf sebesar-besarnya atas video yang telah viral,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa semua kegiatan di taman tersebut hanya membutuhkan izin dari pengelola resmi.

Pada Juli 2024, Taman Langsat, Kebayoran Baru, menjadi saksi kisah pedih Endang, pedagang kopi keliling.

Dengan suara pelan, ia menceritakan rutinitasnya menyetor Rp 100.000 per bulan kepada penjaga wilayah setempat sebagai uang keamanan.

“Biasalah bayar keamanan ke orang sini, Rp 100.000 sebulan,” ujar Endang kepada Kompas.com, Senin (8/7/2024).

Namun, pria berisia 58 tahun itu menganggap hal itu wajar demi ketenangan berjualan.

“Saya enggak masalah sih, biar tenang aja jualannya,” tambahnya.

Namun, pendapatan Endang tak selalu stabil. Di hari hujan, ia hanya membawa pulang Rp 50.000, menyisakan sedikit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Rata-rata setiap hari alhamdulillah dapat Rp 100.000 sih,” katanya lirih.

Kasus serupa terjadi di Jalan Kepanduan II, dekat RPTRA Kalijodo, Jakarta Barat. Jujun (bukan nama sebenarnya), seorang warga Penjaringan, mengungkap bahwa jalan umum itu dijadikan area parkir oleh ormas.

Setiap pengendara yang lewat dikenakan biaya Rp 5.000 untuk motor dan Rp 10.000 untuk mobil.

“Banyak warga yang keberatan, tapi di sana ada yang namanya sistem premanisme. Jadi, warga sekitar takut,” kata Jujun, Selasa (25/6/2024).

Warga berharap jalan tersebut dibuka kembali tanpa portal atau pungutan. Namun, laporan ke Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum ditanggapi.

Pengelola parkir RTH Kalijodo, Daeng Jamal, membantah tuduhan pungli. Ia mengeklaim area parkir itu resmi sesuai peraturan gubernur.

“Jadi, bukan parkir liar, dan itu bukan jalan umum sepenuhnya. Itu juga sebagai jalan alternatif masyarakat tidak berbayar dan sebagian untuk area parkir pengunjung taman RTH Kalijodo," ucap Daeng Jamal.

Kini, ironi taman kota mencerminkan persoalan mendalam tentang ruang publik di Jakarta.

Taman yang dibangun untuk kebahagiaan warga justru menjadi lahan kuasa segelintir pihak.

Warga kini bukan tidak mungkin berharap ada tindakan tegas dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi taman agar bebas dari tekanan pihak tak bertanggung jawab.

Sumber