Jadi Salah Satu Kreditur, Bank Danamon (BDMN) Buka Suara usai Sritex Diputus Pailit
Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (Bank Danamon) memberikan tanggapan mengenai penetapan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL) oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
Sebagai informasi, BDMN menjadi salah satu kreditur perusahaan tekstil yang berbasis di Jawa Tengah tersebut. Berdasarkan laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, Bank Danamon menjadi salah satu dari 28 bank yang memberikan utang jangka panjang kepada Sritex.
Tercatat, kredit yang diberikan Bank Danamon kepada SRIL senilai US$4,52 juta atau sekitar Rp70,96 miliar (asumsi kurs Rp15.700 per 1 US$).
Dadi Budiana, Risk Management Director Bank Danamon, menyampaikan dalam proses pemberian kredit kepada debitur, perseroan memastikan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar dan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan perbankan yang berlaku.
"Danamon akan mematuhi semua proses kepailitan yang ditetapkan oleh hukum yang berlaku. Kami berkomitmen untuk menjalankan prosedur yang transparan serta menjaga komunikasi terbuka dengan debitur dan pemangku kepentingan lainnya, untuk mencapai penyelesaian yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat," ujarnya dalam jawaban tertulis, Senin (28/10/2024).
Adapun, penetapan pailit Sritex keluar usai salah satu kreditor, yaitu PT Indo Bharat Rayon meminta pembatalan homologasi dan dikabulkan oleh majelis hakim.
Nilai total utang bank jangka panjang SRIL mencapai US$816,72 juta atau sekitar Rp12,82 triliun (asumsi kurs Rp15.700 per 1 dolar AS). Nilai ini menurun dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 yang sebesar US$863,43 juta.
Dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun, nilai utang bank tersebut menjadi US$809,99 juta per Juni 2024 atau sekitar Rp12,72 triliun. Nilai ini juga lebih rendah dari akhir lalu yang sebesar US$858,05 juta.
SRIL juga melaporkan utang obligasi US$375 juta (Rp6,14 triliun). Juga terdapat utang ke pemegang saham US$7,13 juta.
Dari 28 bank yang memberikan kredit kepada SRIL, BCA tercatat sebagai kreditur terbesar dengan nilai utang jangka panjang sebesar US$71,31 juta dan senilai US$4,44 juta jatuh tempo dalam satu tahun.
Dalam keterbukaan kepada Bursa, Direktur Keuangan SRIL Welly Salam perseroan masih memiliki utang Rp101,3 miliar ke Indo Bharat Rayon.
"Saat ini perseroan bersama-sama dengan PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries [Grup Sritex] telah menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co, yang akan mendampingi serta mewakili Grup Sritex dalam melakukan upaya hukum kasasi terhadap putusan pembatalan homologasi," tulis Welly Salam, Direktur Keuangan SRIL kepada Bursa pada Jumat (25/10/2024).
SRIL juga masih mencatatkan rugi neto sebesar US$25,73 juta per akhir Juni 2024. Manajemen SRIL menjelaskan kondisi ini mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas usaha Sritex untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
Manajemen pun menyampaikan untuk menghadapi kondisi ini, Sritex fokus pada upaya meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, dan mengambil langkah seperti pengurangan karyawan secara berkala hingga 2025, pengembangan produk dengan nilai tambah tinggi, peningkatan kualitas dan produktivitas SDM, serta efisiensi biaya.