Jaksa Tegaskan Wawancara Ayah Mirna dengan Karni Ilyas Tak Layak Jadi Bukti PK Jessica

Jaksa Tegaskan Wawancara Ayah Mirna dengan Karni Ilyas Tak Layak Jadi Bukti PK Jessica

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum menilai, wawancara eksklusif antara jurnalis senior Karni Ilyas dengan ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin, di stasiun televisi pada Oktober 2023 tidak bisa dijadikan sebagai novum atau bukti baru.

Hal ini disampaikan saat jaksa memberikan jawaban atas permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Jessica Kumala Wongso terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.

“Wawancara (di salah satu televisi) dengan saksi Darmawan Salihin tidak memenuhi kriteria sebagai novum atau keadaan baru yang signifikan,” ujar salah satu jaksa dalam persidangan di Ruang Kusuma Atmadja 4 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).

Jaksa mengatakan, wawancara dengan ayah Mirna ini tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat karena proses percakapan antara Edi dan Karni Ilyas tidak terjadi di persidangan.

Seperti yang diketahui, proses persidangan terjadi sekitar tahun 2016.

“Wawancara tersebut tidak memiliki kekuatan yuridis karena tidak terjadi dalam persidangan, bersifat opini subjektif, dan tidak menghadirkan bukti material baru,” lanjut jaksa.

Jaksa menegaskan, fakta-fakta yang dibahas dalam persidangan telah diuji dan dibandingkan dengan rekaman CCTV yang autentik.

Rekaman CCTV yang dihadirkan dalam persidangan telah diverifikasi dan dinyatakan sah oleh para ahli.

Terlebih, fakta hukum dan rekaman CCTV yang sama juga sudah diproses dan dipertimbangkan di berbagai tingkat peradilan.

Mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga di Mahkamah Agung.

“Dengan demikian, poin bahwa CCTV direkayasa tidak berdasar, novum ini tidak dapat digunakan untuk membebaskan terdakwa atau meringankan hukumannya dan tidak punya kekuatan hukum yg signifikan dalam proses PK,” kata jaksa.

Sebelumnya, dalam proses pemeriksaan memori PK, potongan percakapan antara Edi Darmawan dan Karni Ilyas sempat dibacakan oleh kuasa hukum Jessica, Sordame Purba.

Saat itu, Edi dan Karni tengah membahas sebuah rekaman CCTV terkait peristiwa pembunuhan yang terjadi di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

Lebih tepatnya, ketika cairan yang diduga adalah sianida tengah dimasukkan ke dalam suatu wadah.

“Ini lihat nih. Ini dia (Jessica) masukin sesuatu nih, sianida nih. Ini kita di Polda waktu itu ramai ramai, sama Pak Tito, Pak Krishna. Jadi kita potong dulu ini, lagi tunggu loading dulu,” ujar Sordame meniru ucapan Edi dalam persidangan di Ruang Kusuma Atmadja 4 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari Selatan, Jakarta Pusat, Selasa.

Dalam rangkaian percakapan yang dibacakan Sordame, Karni Ilyas disebutkan mempertanyakan kehadiran Tito dalam momen pengecekannya rekaman CCTV saat itu.

Seperti yang diketahui, Tito Karnavian menjabat sebagai kapolda Metro Jakarta dari Juni 2015 sampai Maret 2016. Sementara, Krishna Murti menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

“Pak Tito melihat ini justru dia panas tuh, ‘Wah lu buka lah, bukalah sidangnya nih scientific, ramai nih’, dia bilang begitu,” lanjut Sordame masih meniru ucapan Tito.

Saat itu, Edi disebutkan tidak membuka rekaman CCTV ini di persidangan karena dia ingin Jessica tidak dihukum mati. Edi meyakini, jika rekaman CCTV ini dibuka, Jessica dapat mendapatkan hukuman maksimal.

“Ini kenapa kita enggak keluarkan dulu waktu sidang? Kita enggak mau dia dihukum mati. Biarin, dia kesiksa kalau bisa seumur hidup, maksud saya begitu. Saya menginginkan begitu, jangan dihukum mati, keenakan dia,” lanjut Sordame, menirukan ucapan Edi.

Mengetahui adanya rekaman CCTV yang tidak dibuka di persidangan, kuasa hukum meyakini hal ini menjadi salah satu landasan untuk pihaknya mengajukan permohonan peninjauan kembali lagi.

Sebelumnya diberitakan, Jessica Kumala Wongso, kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang dikenal sebagai kasus kopi sianida itu.

Jessica bersama kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (9/10/2024) untuk mendaftarkan PK.

PK merupakan upaya hukum yang menjadi hak setiap pihak berperkara ketika dia tidak merasa melakukan perbuatan yang dituduhkan.

Berkas dengan nomor No.7/ Akta.Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst tanggal 9 Oktober 2024 akan terlebih dahulu dilengkapi administrasinya dan diproses sesuai mekanisme hukum yang ada sebelum diteruskan ke Mahkamah Agung untuk diputus.

Sumber