Jaksa Ungkap Cara Pengusaha yang Dapat Cap Merek Antam Ilegal Mainkan Harga Emas di Pasaran

Jaksa Ungkap Cara Pengusaha yang Dapat Cap Merek Antam Ilegal Mainkan Harga Emas di Pasaran

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha yang mendapatkan emas batangan dengan cap merek “LM” (logam mulia) hingga nomor seri milik PT Antam Tbk secara ilegal disebut memainkan harga jual di pasaran.

Hal ini disampaikan jaksa penuntut umum ketika membacakan surat dakwaan dugaan korupsi tata kelola komoditas emas di PT Antam Tbk.

Cap itu mereka dapatkan melalui kerja sama jasa lebur cap emas dan jasa pemurnian emas di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam dalam kurun 2010 hingga 2022.

“(Para pengusaha) kemudian menjual emas batangan tersebut sesuai dengan ketersediaan emas batangan merek PT Antam Tbk dengan logo ‘LM’ di pasaran,” kata jaksa dari Kejaksaan Agung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/1/2025).

Jaksa mengatakan, jika stok emas batangan dengan merek PT Antam berlogo “LM” di pasaran banyak, mereka akan menurunkan harga di bawah emas PT Antam yang resmi.

Namun, ketika stok emas dengan logo merek “LM” PT Antam di pasaran sedikit, mereka akan menjual dengan harga lebih mahal.

“Apabila stok emas batangan dengan merek PT Antam Tbk terbatas, maka akan menjual di atas harga resmi yang ditetapkan PT Antam Tbk,” ujar jaksa.

Adapun sejumlah pengusaha itu adalah Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, James Tamponawas, Djudju Tanuwidjaja, Ho Kioen Tjay, Gluria Asih Rahayu, dan pelanggan pemurnian lainnya.

Masing-masing diperkaya akibat korupsi ini mulai dari miliaran hingga ratusan miliar rupiah.

Lindawati misalnya, diperkaya Rp 616,9 miliar, Suryadi Lukmantara Rp 444,9 miliar, dan Suryadi Jonathan Rp 343,4 miliar.

“Memperkaya pihak pelanggan lainnya non kontrak karya sebesar Rp 1.702.671.167.794,45 (Rp 1,7 triliun),” tutur jaksa.

Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut perbuatan sejumlah pejabat PT Antam memberikan cap secara ilegal itu telah merugikan PT Antam sendiri.

Sebab, para pengusaha itu menjadi kompetitor yang merusak bisnis pemasaran PT Antam sendiri.

“Sehingga menjadi kompetitor atau pesaing bagi produk manufaktur PT Antam Tbk, mempengaruhi pangsa pasar PT Antam Tbk yang mengakibatkan hilangnya pendapatan yang seharusnya diterima oleh UBPP LM PT Antam Tbk,” kata jaksa.

Dalam perkara ini, jaksa menyebut tujuh mantan pejabat UBPP LM PT Antam terlibat korupsi cap merek ilegal.

Mereka adalah Vice President UBPP LM periode 5 September 2008 sampai 31 Januari 2011, Tutik Kustiningsih;

Vice President UBPP LM periode 1 Februari 2011 sampai 28 Februari 2013, Herman.

Kemudian, Vice President, Business Unit Head atau General Manager UBPP Logam Mulia periode 1 Maret 2013 sampai dengan 14 Mei 2013, Tri Hartono.

Senior Executive Vice President Logam Mulia Business Unit Head (UBPP LM), dan General Manager (SVP) UBPP LM Antam, Abdul Hadi Aviciena periode 1 Agustus 2017 sampai 5 Maret 2019.

Lalu, General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 6 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020 dan General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 1 Januari 2021 sampai 30 April 2022, Iwan Dahlan.

Perbuatan para terdakwa disebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 3.308.079.265.127,04 (Rp 3,3 triliun).

Karena perbuatannya, Tutik dan pejabat UBPP LM PT Antam lainnya serta Lindawati dan pelanggan lainnya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Total, terdapat 13 terdakwa dalam perkara ini. Namun, persidangan terdakwa mantan pejabat Antam dan pihak swasta itu digelar secara terpisah.

Sumber