Jejak Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula yang Menjerat Tom Lembong
JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau yang karib disapa Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kebijakan impor gula pada 2015.
Tom Lembong diketahui adalah Menteri Perdagangan (Mendag) pada periode 2015-2016. Saat itu, dia disebut memberikan izin impor gula kepada Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS yang juga merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula ini.
Pemberian izin impor gula tersebut berawal dari penerbitan surat izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada 2015.
Padahal, berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian pada 12 Mei 2015, menyimpulkan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
“Namun, pada 2015, Tom Lembong sebagai Mendag memberikan izin Persetujuan Impor (PI) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP),” ungkap Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa (29/10/2024) malam.
Apalagi, Qohar mengatakan, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berhak melakukan impor GKP.
“Berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL, dilakukan oleh PT AP dan impor GKM tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait,” kata Qohar.
“Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN,” ujarnya lagi.
Qohar juga menyebut bahwa izin impor tersebut tidak melibatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.
Dari dugaan korupsi ini, menurut Qohar, negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ujar Qohar.
Lantas, bagaimana perjalanan penanganan kasus impor gula tersebut? Berikut rangkuman Kompas.com.
Berdasarkan catatan pemberitaan Kompas.com, Kejagung melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 3 Oktober 2023.
Saat itu, Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Kuntadi mengatakan bahwa penggeledahan dilakukan usai pihaknya menaikkan kasus dugaan korupsi di Kemendag periode 2015 sampai 2023 ke tahap penyidikan.
"Terkait tindakan penyidikan pada hari ini sedang berjalan kegiatan penggeledahan di Kementerian Perdagangan, dan PT PPI hasilnya apa mari kita tunggu," kata Kuntadi saat itu.
Namun, dia tidak menjelaskan detail dari kasusnya. Kuntadi hanya mengatakan, perbuatan tindak pidana korupsi tersebut terjadi dalam rangka pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula nasional Kemendag.
Hanya saja, dalam prosesnya diduga telah secara melawan hukum menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah yang dimaksudkan diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak-pihak yang tidak berwenang.
"Kemendag juga diduga telah memberikan izin impor yang melebih batas kebutuhan batas maksimal yang dibutuhkan," ujarnya.
Tak hanya di Kemendag, tim penyidik Kejagung rupanya juga melakukan penggeledahan di PT PPI pada hari yang sama
Hasilnya, sejumlah barang bukti dokumen disita. Dokumen itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam impor gula di Kemendag Tahun 2015-2023.
"Dari kedua tempat tersebut, tim penyidik menemukan sekaligus menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang berkaitan dengan peristiwa pidana," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspekum) Kejagung Ketut Sumedana pada 3 Oktober 2023.
Ketut pun menjelaskan bahwa penggeledahan di kantor Kemendag yang beralamat di Jalan M.I. Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat, dilakukan di ruangan Tata Usaha Menteri, Ruangan Direktur Impor, dan ruang kerja Ketua Tim Impor Produk Pertanian.
Kemudian di Kantor PT PPI yang beralamat di Jalan Abdul Muis, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat yang digeledah adalah Ruang Arsip serta Ruang Divisi Akuntasi dan Finance.
Saat itu, Kejagung menduga bahwa Kemendag telah memberikan izin impor yang melebih batas kebutuhan batas maksimal yang dibutuhkan. Selain, dugaan penyalahgunaan kewenangan soal impor gula itu diduga terjadi dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula nasional.
"Kemendag diduga telah secara melawan hukum menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah yang dimaksudkan diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak-pihak yang tidak berwenang," kata Kuntadi.
Meski sudah ditemukan indikasi tindak pidana, tetapi Kejagung masih mendalami soal angka kerugian negara dalam kasus ini.
"Untuk kerugian belum kami hitung dan masih dalam proses, jadi ditunggu saja yang kami temukan baru tindak pidananya saja,” ujar Kuntadi.
Kejagung pun semakin intens dengan melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap para saksi. Di antaranya dua pejabat Kemendag pada 9 Oktober 2023.
Salah satu dari pejabat Kemendag yang dipanggil itu adalah Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan yakni Sri Hariyati (SH).
"SH selaku Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan RI," kata Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis saat itu.
Kemudian, satu saksi lainnya berinisial NMKD selaku Koordinator Bidang Pengawasan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Sepuluh hari kemudian, Kejagung memeriksa dua saksi yang berasal dari Kementerian Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.
"Memeriksa dua saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan," ujar Ketut kepada wartawan pada 19 Oktober 2023.
Kedua saksi yang diperiksa adalah inisial IKHP selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian periode 2017 sampai dengan sekarang.
Saksi lainnya adalah inisial LDT selaku Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian periode 2015-2017.
Namun, Ketut tidak membeberkan hasil pemeriksaan para saksi tersebut.
Menariknya, Kajgung menyatakan tidak akan memeriksa Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2022-2024, Zulkifli Hasan (Zulhas) di kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam kegiatan importasi gula di Kemendag periode 2015-2023.
"Oleh karena tidak adanya hubungan dengan penanganan perkara tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tidak akan dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara dimaksud," ujar Ketut dalam keterangannya pada 6 Oktober 2023.
Ketut menjelaskan, perkara ini tidak ada kaitannya dengan kebijakan Zulhas yang baru dilantik sebagai Mendag pada bulan Juni 2022.
Menurut dia, Zulhas justru memberikan kesempatan untuk membuka kasus ini secara objektif dan transparan.
Ketut menegaskan kembali bahwa kasus ini merupakan buntut dari kebijakan yang sudah dilakukan sejak tahun 2015.
"Perkara ini adalah kebijakan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015, dilakukan secara melawan hukum dan berpotensi menyebabkan kerugian negara dan perekonomian negara,” katanya.
Hingga akhirnya, pada 29 Maret 2024, Kejagung menetapkan Direktur PT SMIP sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait importasi gula.
Hanya saja, penetapan tersangka tersebut untuk kegiatan impor gula periode 2020-2023.
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus kembali menetapkan 1 orang tersangka yaitu RD selaku Direktur PT SMIP," kata Ketut dalam keterangannya pada 30 Maret 2024.
RD selaku Direktur PT SMIP pada tahun 2021 diduga telah memanipulasi data importasi gula kristal mentah dengan memasukkan gula kristal putih.
Kemudian, karung kemasan diganti seolah-olah telah melakukan importasi gula kristal mentah untuk kemudian dijual pada pasar dalam negeri.
Ketut mengatakan perbuatan tersangka RD tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Perindustrian dan peraturan perundang-undangan lainnya.
"Sehingga ditemukan adanya kerugian keuangan negara dalam kegiatan importasi gula yang dilakukan oleh PT SMIP," ujarnya.
Jauh sebelum penetapan tersangka Tom Lembong atau penyidikan kasus impor gula oleh Kejagung, Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia, Ismed Hasan Putro menyebut bahwa penetapan kuota impor gula rafinasi hingga 6 juta ton di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diduga masuk kategori tindak pidana.
Diberitakan Kontan pada 22 Agustus 2015, mantan Direktur Utama (Dirut) RNI ini menyebut, kebjiakan itu merugikan industri gula dalam negeri.
“Akibat impor dalam jumlah itu, industri gula di dalam negeri tidak bisa merevitalisasi hingga enam tahun mendatang,” kata Ismed dalam acara diskusi di daerah Cinini, Jakarta Pusat pada 21 Agustus 2015.
Bahkan, dia menyebut potensi kerugian negara akibat kebijakan itu mencapai Rp 3 Triliun.
Namun, pernyataan Ismed saat itu dibantah Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron. Dia menegaskan bahwa impor yang dilakukan pemerintahan SBY dilatarbelakangi naiknya kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi maupun industri setiap tahun.
"Karena kebutuhan industri meningkat pesat kebutuhannya pun meningkat pula, sehingga kemampuan dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi permintaan, dan impor adalah jalan terakhir yang dilakukan," kata Herman sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 24 Agustus 2015.
Dia menekankan, impor yang dilakukan saat itu hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri. Kebijakan ini diambil tanpa mengabaikan industri gula dan petani tebu dalam negeri.
"Ada maksud apa dengan pernyataan itu? Karena seingat saya kala Ismed menjabat dirut RNI justru selalu minta kuota impor gula untuk RNI, dan menyatakan bahwa sampai kiamat pun swasembada gula tidak akan tercapai,” ujar Khaeron.
Dia juga mengatakan, di era pemerintahan SBY, terdapat lima komoditas pangan pokok yang secara khusus diupayakan menuju swasembada, yakni beras, gula, daging sapi, jagung, dan kedelai.
Menurut dia, pencapaian swasembada setiap tahunnya selalu ada kemajuan, terutama untuk beras dan jagung sejak 2008 ditetapkan sebagai swasembada berkelanjutan karena produksi yang memenuhi kebutuhan dalam negeri.