Jokowi Dinilai Harus Berpartai, Pengamat Bilang Ada Tiga Alternatif yang Bisa Dipilih
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menganggap Presiden ke-7 RI Joko Widodo harus memiliki partai politik (parpol).
Alasannya, Jokowi harus menunjukkan dengan jelas identitas politiknya saat ini, setelah tak lagi menjadi kader PDI-P.
“Dengan berpartai, posisi Pak Jokowi setelah tidak menjabat presiden bisa makin jelas dalam peta perpolitikan di Indonesia,” ujar Nyarwi dihubungi Kompas.com, Jumat (6/12/2024).
“Karena setelah Sekjen PDI-P menyatakan Jokowi dan keluarganya bukan bagian dari PDI-P, saya kira identitas kepartaian Jokowi menjadi pertanyaan banyak orang,” sambung dia.
Ia menyebutkan, ada tiga alternatif yang bisa dipilih Jokowi soal keputusan untuk memiliki parpol.
Pertama, bergabung dengan parpol yang sudah dekat dan memiliki kemapanan.
“Seperti Partai Golkar, misalnya, sebagai ketua dewan pembina atau dengan jabatan lainnya yang prestisius,” ucap Nyarwi.
Pilihan kedua, lanjut dia, Jokowi bisa memilih untuk bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang saat ini dipimpin oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
“Bisa membesarkan PSI yang dipimpin oleh Kaesang agar nanti bisa berkembang dan lolos dalam Pileg 2029,” tuturnya.
Terakhir, Nyarwi melihat Jokowi bisa memilih opsi untuk mendirikan parpol sendiri. Mengingat relawan Pro Jokowi (Projo) beberapa waktu lalu telah menyatakan kemungkinannya untuk bertransformasi menjadi parpol.
“Alternatif lainnya, dengan mendorong Projo, relawan yang dikenal militan pendukung Jokowi ini bertransformasi menjadi partai politik,” papar Nyarwi.