Judi Online dan Scamming Picu Kasus TPPO
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengungkapkan, mayoritas kasus perdagangan orang kebanyakan merupakan korban judi online (judol) dan penipuan online (scamming).
Koordinator Divisi Reintegrasi Korban Jaringan Nasional Anti TPPO, Suster Kristina Fransiska mengungkapkan, selama dua tahun, dia menangani kasus TPPO melalui Caritas Indonesia atau Yayasan Karina di Jakarta Timur.
"Modusnya sekarang beraneka ragam. Yang kami temui, korban yang banyak kami tangani adalah korban judol dan online scam," ujar Kristina di kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2025).
Menurut dia, tindak kejahatan itu dilakukan dengan modus tawaran bekerja sebagai admin. Lalu, para pekerja akan mendapatkan upah bonus jika memenuhi target.
"Modusnya dengan gaji dan upah tinggi, bekerja sebagai admin di suatu perusahaan atau kantor yang memberikan bonus sekian kali lipat kalau mereka memenuhi target," katanya.
Kristina mengatakan, tawaran gaji dan upah tinggi itu yang akhirnya membuat korban TPPO tergiur untuk ikut menjadi pekerja migran ke luar negeri.
"Jadi iming-iming seperti itu yang membuat anak-anak kita dan juga orang dewasa (tergiur)," ujarnya.
Kristina bercerita, salah satu korban TPPO adalah orang berpendidikan. Korban tergiur bekerja sebagai pekerja migran karena faktor ekonomi.
"Ada juga yang S2, korban yang kami bantu, ya kalau kita pikir S2 itu kurang apa sih pendidikannya. Tapi mereka juga terjebak sekali lagi karena ekonomi," katanya.
Mirisnya, menurut Kristina, para korban TPPO baru menyadari mereka menjadi korban sindikat perdagangan orang setelah bekerja di luar negeri.
"Yang selama ini kami tangani itu dari Kamboja, Myanmar, dari Thailand, dan Filipina," ujarnya.