Jumlah Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Sikka Meningkat pada 2024
KOMPAS.com – Kasus balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang, atau wasting, di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun 2024.
Dinas Kesehatan setempat melaporkan bahwa jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 331 anak, meningkat 126 orang dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebanyak 205 anak.
Ratusan balita dengan gizi buruk tersebut tersebar di beberapa wilayah puskesmas, antara lain Puskesmas Paga dengan 61 balita, Puskesmas Lekebai 1 balita, Puskesmas Wolofeo 30 balita, dan Puskesmas Nanga 3 balita.
Selain itu, Puskesmas Bola mencatat 7 balita, Puskesmas Habibola 2 balita, dan sejumlah puskesmas lainnya seperti Puskesmas Mapitara 1 balita, Watubaing 20 balita, serta Puskesmas Kewapante 11 balita.
Di samping itu, jumlah balita yang mengalami gizi kurang juga mengalami peningkatan.
Pada tahun ini, tercatat sebanyak 2.878 balita mengalami masalah gizi kurang, meningkat 667 anak dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah 2.202 balita.
Penyebarannya meliputi Puskesmas Paga dengan 223 balita, Puskesmas Lekebai 59 balita, Puskesmas Wolofeo 116 balita, dan Puskesmas Waigete 256 balita, di antara puskesmas lainnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus, menyatakan bahwa masalah gizi buruk dan gizi kurang terus menjadi perhatian pemerintah daerah.
"Pemerintah terus melakukan upaya pencegahan gizi buruk maupun gizi kurang pada balita dengan mengintervensi beberapa sasaran mulai dari ibu hamil, remaja putri, dan keluarga melalui edukasi dan pendampingan," ungkap Petrus dalam keterangan resmi, Jumat (20/12/2024).
Selain itu, penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk juga dilakukan di tingkat desa.
Salah satunya adalah Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, yang pada tahun 2024 menganggarkan dana desa sebesar Rp 104 juta.
Kepala Desa Reroroja, Florida Yosefina Ndena, menjelaskan bahwa intervensi tersebut akan difokuskan pada penanganan stunting, gizi kurang, dan gizi buruk.
"Tahun ini kita anggarkan Rp 104 juta untuk penanganan stunting, gizi kurang, dan gizi buruk," ujarnya.
Intervensi ini mencakup pendampingan kepada balita, ibu hamil, serta pemberian makanan tambahan (PMT).