Kabinet Gemuk Prabowo: Solusi Pragmatis atau Efektif?

Kabinet Gemuk Prabowo: Solusi Pragmatis atau Efektif?

PRESIDEN Prabowo Subianto telah melantik sejumlah 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih yang diklaim sebagai kabinet paling gemuk sejak Orde Baru hingga Reformasi.

Presiden Prabowo mengungkapkan alasannya membentuk kabinet pemerintahan yang lebih besar dibanding pada pemerintahan periode-periode terdahulu.

Menurut dia, kabinet yang gemuk diperlukan untuk membangun pemerintahan yang kuat. Dia juga mengatakan bahwa Indonesia besar sehingga membutuhkan kabinet yang besar.

Dia mencontohkan Timor Leste yang hanya memiliki sekitar 1,3 juta penduduk, tetapi jumlah menteri kabinetnya mencapai 28.

Prabowo berusaha untuk menyatukan pemerintahan agar tak terpecah-pecah dan merangkul semua kelompok sehingga masing-masing pihak memiliki perwakilan dalam kabinetnya.

Pasca-Reformasi, jumlah kementerian yang dibentuk oleh masing-masing presiden memang tidak pernah mencapai angka 40 kementerian.

Kabinet terbanyak terjadi pada Kabinet Reformasi Pembangunan bentukan Presiden BJ Habibie yang kala itu dibantu oleh 37 menteri.

Sementara itu, di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang dikenal dengan nama Kabinet Persatuan Nasional, jumlah kementeriannya berkurang satu menjadi 36 kementerian.

Selanjutnya, ketika Megawati Soekarnoputri ditunjuk sebagai Presiden ke-5, jumlah kementeriannya dipangkas menjadi 33 kementerian yang dikenal dengan nama Kabinet Gotong Royong.

Kemudian di era periode pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jumlahnya ditambah satu menjadi 34 kementerian yang dikenal dengan nama Kabinet Indonesia Bersatu.

Komposisi 34 kementerian tersebut kemudian dipatenkan melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 15 yang berbunyi “Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat)”.

Namun, pada 15 Oktober 2024, Presiden dan DPR mengundangkan Undang-Undang No. 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, khususnya pada Pasal 15.

Jumlah kementerian yang dibatasi semula berjumlah 34 menjadi tak terbatas sesuai dengan Pasal 1 angka 4 UU No. 61 tahun 2024 yang berbunyi “Jumlah keseluruhan Kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah oleh Presiden.”

Hal ini berarti presiden berhak untuk menentukan jumlah kementeriannya apabila dirasa perlu.

Apabila dipandang dari segi anggaran dan fiskal, penggemukan jumlah kabinet berimbas pada meningkatnya jumlah anggaran negara untuk membiayai gaji para menteri baru.

Semakin banyak menteri dan wakil menteri yang diangkat, maka akan semakin banyak juga beban belanja negara termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut.

Mengutip dari CNBC Indonesia, para peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan potensi jumlah pembengkakan anggaran negara menjadi Rp 1,95 triliun untuk 5 tahun ke depan yang diakibatkan adanya koalisi gemuk Kabinet Merah Putih.

Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru.

Jumlah ini meningkat sangat jauh apabila dibandingkan dengan anggaran kementerian Presiden Jokowi yang sebelumnya hanya berjumlah Rp 387,6 miliar per tahun untuk 51 orang menjadi Rp 777 miliar per tahun.

Jumlah ini menunjukkan ada peningkatan anggaran Rp 389,4 miliar per tahun dari kabinet era Jokowi dengan era Prabowo saat ini.

Tak hanya itu, Celios juga mencatat, dari 108 komposisi kabinet Prabowo, kabinet yang berasal dari latar belakang politikus sebesar 55,6 persen.

Sedangkan, kabinet yang berlatar belakang profesional teknokrat sebesar 15,7 persen, TNI/POLRI 8,3 persen, pengusaha 7,4 persen, tokoh agama 4,6 persen, selebriti 2,8 persen. Adapun, kabinet yang berasal dari kalangan akademisi hanya sebesar 5,6 persen.

Apabila dibandingkan dengan jumlah menteri di beberapa negara dengan populasi tinggi di dunia, hanya ada dua negara dengan jumlah menteri yang banyak.

Pertama, India memiliki 58 kementerian persatuan dan 93 departemen yang tersebar di seluruh negeri. Kedua, Nigeria memiliki 46 kementerian yang membantu urusan pemerintahan.

Sedangkan, negara besar dengan jumlah populasi tinggi lainnya, cenderung memiliki jumlah kementerian sedikit, seperti China dengan 26 kementerian untuk membantu pemerintah mengurusi tugas-tugas negara.

Lalu Brasil dengan 23 kementerian termasuk enam kantor setingkat kementerian. Amerika Serikat dengan 15 departemen eksekutif yang sama seperti kementerian pada umumnya.

Meski demikian, kondisi geografis Indonesia yang luas dan terdiri dari berbagai kepulauan memiliki kebutuhan untuk diatur dengan perhatian yang lebih fokus.

Hal ini selaras dengan pernyataan beberapa ahli hukum yang menyebutkan bahwa kabinet gemuk Prabowo saat ini bisa jadi merupakan strategi pemerintah untuk merampingkan tugas kementerian agar lebih fokus untuk mengurus bidang tertentu.

Tugas yang lebih spesifik tersebut akan membuat kementerian-kementerian yang ada menjadi lebih terarah dan bukan menjadi kementerian yang “palugada” dengan tupoksi yang tak jelas.

Dengan begitu, harapannya tugas kementerian dapat dilaksanakan dengan baik sehingga pelayanan publik dapat dilaksanakan secara maksimal dan akurat.

Penggemukan kabinet ini juga dapat membuka kesempatan yang lebar bagi masyarakat seiring dengan bertambahnya kebutuhan pemerintah akan pegawai negeri untuk ditempatkan pada kementerian-kementerian baru.

Agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik, tentunya masing-masing kementerian akan membutuhkan pekerja yang cukup dan berkualitas.

Sehingga, kebutuhan akan calon pegawai negeri juga meningkat yang dapat menjadi peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Hal ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas kerja kementerian di tengah banyaknya target pembangunan pemerintah, baik dari segi peningkatan kapabilitas sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan sumber daya alam (SDA), hingga upaya pembangunan infrastruktur secara keseluruhan.

Lebih dari itu, optimalisasi terhadap program-program pemerintah juga senantiasa memerlukan perhatian khusus dengan bantuan kinerja yang tidak sedikit.

Sehingga, dengan komposisi kabinet yang cukup dan terfokus kepada bidang-bidang yang lebih spesifik, serta arah gerak politik Prabowo yang merangkul berbagai kalangan, secara tidak langsung menjadi wajah optimisme pemerintah baru dalam menyambut era Indonesia Emas 2045 mendatang.

Sumber