Kadin Soroti Maraknya Rokok Ilegal, Minta Perbaikan Tata Kelola Industri

Kadin Soroti Maraknya Rokok Ilegal, Minta Perbaikan Tata Kelola Industri

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti peredaran rokok ilegal yang makin masif, bahkan disinyalir lebih banyak dibandingkan rokok legal. Pelaku usaha meminta agar pengawasan dan pencegahan dapat diperkuat. 

Waketum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, kondisi tersebut menunjukkan pentingnya perbaikan dan penguatan tata kelola industri hasil tembakau (IHT) agar tidak menjadi bumerang bagi industri itu sendiri. 

"Artinya yang paling utama adalah bagaimana pengawasan terhadap rokok-rokok ilegal yang justru membahayakan," kata Saleh dalam Bisnis Indonesia Forum Peran Industri Tembakau Nasional Terhadap Pencapaian PDB, Kamis (5/12/2024). 

Terlebih, Saleh menilai rokok ilegal menekan ekosistem IHT yang merupakan industri padat karya dengan serapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 6 juta pekerja, termasuk petani, produsen, distributor, hingga ritel. 

Eks Menteri Perindustrian periode 2014-2016 itu juga menyoroti cukai hasil tembakau (CHT) yang cukup besar. Ketika masih menjabat di pemerintahan, kontribusi CHT, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari IHT terhadap penerimaan negara mencapai Rp160 triliun. 

"Sekarang saya tanya ke teman-teman kementerian, itu kira-kira sudah lebih dari Rp210 triliun, itu jumlah yang tidak kecil jika kita bandingkan dengan anggaran [APBN] Rp3.000 triliun lebih. Jadi kalau Rp210 triliun lebih itu bukan 1%, sangat besar," ujarnya. 

Di sisi lain, dia juga menilai jumlah penerimaan negara dari industri hasil tembakau belum dapat digantikan dari sumber lain. Saleh pun mengkhawatirkan masifnya rokok ilegal yang dapat menggerus penerimaan negara. 

Apalagi, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki target pertumbuhan ekonomi 8% yang juga bergantung pada stabilitas pertumbuhan industri, termasuk IHT yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto(PDB). 

"Sampai saat ini belum ada cara untuk bagaimana menggantikan anggaran yang sangat besar itu [CHT] dengan anggaran lain untuk kebutuhan APBN, itu nggak bisa dipungkiri," pungkasnya. 

Sumber