Kaleidoskop 2024: Jeratan Judol Memangsa Rakyat Kecil, Dibeking Pegawai Komdigi

Kaleidoskop 2024: Jeratan Judol Memangsa Rakyat Kecil, Dibeking Pegawai Komdigi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus judi online (judol) menjamur sepanjang 2024. Korban dan pelakunya datang dari beragam profesi dan latar belakang.

Keinginan untuk mengubah nasib dalam waktu singkat seringkali membuat masyarakat gelap mata. Tidak sedikit dari mereka berbuat nekat hingga merugikan orang lain.

Kecanduan judol sejak tahun 2023 membuat RA (36) nekat menjual bayinya yang baru berumur 11 bulan.

RA yang saat itu menganggur sejak 6 bulan terakhir, tega menjual bayinya seharga Rp 15 juta di luar pengetahuan RD, istrinya.

Padahal, saat itu RD tengah banting tulang di Kalimantan untuk menghidupi keluarga kecil mereka.

"Uang hasil penjualannya digunakan untuk sehari-hari dan bermain judi online," ujar Kasat Reskrim Metro Tangerang Kota Kompol David Yunior Kanitero kepada Kompas.com, Senin (7/10/2024).

Untungnya, tidak lama sebelum kasus ini diumumkan kepada publik, bayi ini dapat dipertemukan kembali dengan ibundanya.

Sementara, si ayah dan dua tersangka lain yang merupakan pembeli bayi tengah mendekam di balik jeruji besi dengan ancaman penjara selama 15 tahun setelah polisi menjerat mereka dengan Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Meski tidak seekstrem menjual buah hati sendiri, KZ (27) nekat mencuri motor milik temannya untuk sekadar mengisi rekening judolnya yang telah menipis.

KZ ditangkap polisi di Jatinegara, Jakarta Timur pada akhir Oktober 2024. Saat itu, dia telah menjual motor milik temannya seharga Rp 3,5 juta kepada orang yang baru dikenalnya secara online.

"Motornya dijual ke orang tak dikenal melalui online senilai Rp 3,5 juta. Dari hasil penjualan, dipakai untuk bayar kontrakan dan main judi online," ujar Kapolsek Jatinegara Kompol Chitya Intania, Jumat (15/11/2024).

Polisi menyebutkan, KZ nekat mencuri dan menjual motor milik temannya sendiri meski baru beberapa bulan kecanduan judol.

Perbuatan nekat dari mereka yang kecanduan judol tidak hanya merugikan orang di sekitarnya. Terkadang, ada yang gelap mata dan hilang arah sehingga mengambil jalan pintas untuk mengakhiri semuanya.

Hal inilah yang dilakukan S (44). Dia ditemukan tewas gantung diri di depan rumahnya yang berada di Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (7/7/2024) lalu.

"Korban mempunyai utang kepada beberapa orang," kata Kapolsek Ciputat Kompol Kemas Muhammad Syawa saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (7/7/2024).

S diduga mendulang utang hingga puluhan juta rupiah akibat judol.

Sebelum ditemukan tewas oleh tetangga sekitar pukul 06.00 WIB, S disebutkan sempat terlihat merokok sambil duduk di teras rumahnya sekitar pukul 04.30 WIB.

Untuk melancarkan aksi mereka, pemilik situs judol seringkali menggaet selebgram sebagai lapak promosi.

Kompas.com/ Ruby Rachmadina Polisi menangkap seorang selebgram perempuan berinisial S (19) di Bogor yang mempromosikan situs judi online.

Selebgram yang dilibatkan tidak melulu datang dari kalangan artis atau sosialita. Ada juga selebgram dari kelas menengah yang menerima tawaran untuk mempromosikan situs judol agar bisa menghidupi diri dan keluarga.

Misalnya saja CN (19), seorang mahasiswi di Bogor Kota yang ditangkap polisi pada Juni 2024 lalu setelah ketahuan mempromosikan sebuah situs judol di akun media sosialnya yang memiliki 17.900 pengikut atau followers.

Kepada polisi, CN mengaku baru menerima Rp 3.000.000 dari total upah Rp 5.500.000 yang dijanjikan kepadanya. CN mengatakan, uang ini digunakan untuk membayar uang sewa kos.

Masih di Bogor, S (19) juga ditangkap setelah menjadi brand ambassador dari sebuah situs judol yang lain. Dia diupah Rp 2.150.000 per dua bulan untuk mempromosi situs tersebut di akun media sosialnya.

Tak hanya mahasiswa, situs judol ini juga menggaet AJP (25) yang bekerja sebagai disk jockey (DJ) untuk melancarkan aksi mereka. AJP diciduk polisi di akhir Oktober 2024 setelah aktif mempromosikan situs judol sejak Mei 2024.

Setiap bulannya, AJP disebutkan menerima dua pembayaran dari dua situs yang berbeda, yaitu Rp 2.500.000 dan Rp 3.650.000.

Salah satu influencer yang masih dalam pengejaran adalah Katak Bhizer. Dia diduga mempromosikan judol melalui siaran langsung di kanal Youtube-nya.

Sejak Oktober 2024, polisi masih melakukan pengejaran pada Katak Bhizer yang disebutkan terakhir berada di Kamboja.

Selain menangkap para selebgram yang terlibat, polisi juga beberapa kali menangkap para promotor yang mengajak selebgram ini bekerja sama.

Misalnya, penangkapan di Depok awal November 2024 yang mengamankan lima orang terduga promotor atau pemegang situs judol.

Kelima tersangka ini diketahui telah menjalankan situs ilegal mereka selama dua tahun terakhir dengan perputaran uang per hari mencapai Rp 9 juta-Rp 15 juta.

Pengguna media sosial yang melihat dan mengklik iklan promosi ke situs judol awalnya diberi kesempatan untuk menang judi. Tapi, setelah memasukkan deposit, mereka justru kalah terus.

Polisi mengungkap, rasio kemenangan di situs-situs ini sudah diatur dengan perbandingan 1 kali menang dan 10 kali kalah alias 1 10.

Dalam beberapa kasus di tahun 2024, terungkap kalau situs judol di Indonesia merupakan sindikat dari jaringan di luar negeri.

Misalnya, Jefri (34) yang ditangkap polisi di Tambora, Jakarta Barat pada akhir Juli 2024 lalu.

Jefri disebutkan merupakan bagian dari sindikat judol di Kamboja. Dalam penangkapan itu, polisi menemukan 449 kartu ATM dan 36 buku tabungan yang diduga dijual sebagai rekening penampung hasil judol.

Ada juga NM yang ditangkap di Cilandak Barat, Jakarta Selatan, pada November 2024 karena diduga terlibat dalam sindikat judi online togel di Hong Kong.

Selain masyarakat biasa, sejumlah pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) juga tidak lepas dari jeratan judol.

Seperti 165 anggota Satpol PP di Jakarta yang diketahui main judol. Bahkan, salah satu dari mereka ini memasukkan deposit hingga Rp 194 juta.

Berdasarkan analisis dari PPATK yang dilaporkan pada bulan September 2024, sepanjang tahun 2023, para anggota Satpol PP ini telah melakukan transaksi di situs judol senilai Rp 2,3 miliar.

Bukan hanya pejabat daerah, sebanyak 4.000 prajurit TNI dan sejumlah pegawai Kejaksaan disebutkan pernah mencoba judol.

Menjamurnya situs judol di Indonesia, terlebih di Jakarta ternyata bukan tanpa sebab.

ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Petugas Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membawa tersangka kasus judi online di Terminal 2F Bandara Soekarno, Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (10/11/2024). Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya berhasil mengamankan dua orang tersangka dari Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus judi online yang melibatkan pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan inisial MN yang berperan menyetorkan list web dan uang, sedangkan DM memiliki peran menampung uang hasil perjudian.

Awal Oktober 2024, polisi menangkap 10 orang pegawai Kementerian Komunikasi dan digital (Komdigi) dan satu warga sipil karena diduga terlibat dalam judol.

Para pejabat Komdigi ini diduga menyalahgunakan wewenang dan justru melindungi 1.000 situs judol agar tidak diblokir.

Setiap bulannya, para tersangka meraup pendapatan hingga Rp 8,5 miliar.

Saat ini, sudah ada 26 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan Budi Arie yang dahulu memimpin kementerian ini juga telah diperiksa sebagai saksi.

Menutup tahun 2024, Polres Tangerang Selatan menguak sindikat judol Djarum Toto yang diduga meraup Rp 2 miliar setiap bulannya.

Tujuh orang, yaitu NAD (30), MA (26), BMM (28), ABK (20), BSA (19), VNA (30), dan RAK (28) ditangkap di Kembangan, Jakarta Barat sekitar bulan November dan awal Desember 2024.

Polisi mengungkap, saat penangkapan, ada sekitar 28.000 pemain aktif dalam situs itu. Para pemain digaet dengan iming-iming minimal deposit Rp 10.000 dan uang kemenangan bisa ditarik minimal Rp 50.000, tanpa batasan.

Situs judol ini diketahui sudah beroperasi sejak tiga tahun yang lalu.

Dan, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 303 KUHP tentang perjudian, pasal-pasal dalam UU ITE, serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman penjara maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau 20 tahun penjara.

Sumber