Kaleidoskop 2024: Pembunuhan dan Pemerkosaan Gadis Penjual Balon yang Mengguncang Palembang
KOMPAS.com - Pada Minggu, 1 September 2024, masyarakat Palembang, Sumatera Selatan, diguncang oleh kabar duka yang memilukan.
AA, seorang siswi SMP berusia 13 tahun, ditemukan tewas di areal Tempat Pemakaman Umum (TPU) Talang Kerikil.
Berdasarkan dugaan, AA menjadi korban pembunuhan yang kejam disertai dengan pemerkosaan.
Jasadnya ditemukan tergeletak di sebuah kuburan yang berjarak sekitar 600 meter dari rumahnya di Kecamatan Kemuning.
Ibunya, Winarti (39), mengungkapkan bahwa ia terakhir bertemu dengan AA pada siang hari sebelum kejadian.
"Sekitar pukul 12.00 WIB, AA tidak pamit keluar rumah. Namun, pada pukul 16.30 WIB, keponakan saya memberi tahu bahwa AA ditemukan sudah meninggal di kuburan Cina," katanya dengan suara bergetar dan mata memerah pada Senin, 2 September 2024.
"Sekitar pukul 12.00 WIB, AA tidak pamit keluar rumah. Namun, pada pukul 16.30 WIB, keponakan saya memberi tahu bahwa AA ditemukan sudah meninggal di kuburan Cina," tambahnya.
AA dikenal sebagai anak yang mandiri dan rajin membantu keluarga.
Menurut Nurpan (58), kerabatnya, AA sering menjual balon di tempat-tempat keramaian untuk membantu ekonomi keluarga.
"Anaknya tidak banyak ulah. Dari SD sudah jualan balon. Dia adalah anak yang baik," kenangnya.
Keberangkatan AA pada hari sebelum kematiannya menjadi tanda tanya besar bagi keluarga, karena sebelumnya dia sempat bilang hendak pergi dengan temannya.
Dokter Forensik RS Bhayangkara, Indra Nasution, menjelaskan hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya luka akibat benda tumpul di leher dan indikasi bahwa AA kehabisan oksigen.
"Ada luka dalam di leher dan hidungnya mengeluarkan darah. Kematian ini sangat tidak wajar," ungkap Indra, memberikan sinyal bahwa penyelidikan perlu diperluas.
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa lima orang saksi dalam upaya mengungkap motif di balik pembunuhan ini.
"Kami masih menyelidiki. Hasil olah tempat kejadian perkara menunjukkan ada tanda kekerasan," ujarnya.
Kehilangan AA menggugah kenangan teman-teman sekolahnya, seperti Novita (13), yang mengingat keceriaan dan kebaikan AA.
"Dia orangnya baik, ramah, dan tidak pelit. Tidak pernah terbayang dia akan pergi dengan cara seperti ini," tuturnya.
Sementara itu, aparat kepolisian menangkap empat orang pria, termasuk mantan pacar AA, terkait kematiannya.
Pengacara para terdakwa menyatakan bahwa mereka akan membuktikan kliennya tidak bersalah dalam persidangan yang akan datang.
"Kami memiliki bukti yang menunjukkan klien kami tidak bersalah," tegas kuasa hukum.
Namun, orang tua dari para pelaku membantah tuduhan tersebut dan menolak untuk meminta maaf kepada keluarga AA.
Mereka mengeklaim anak-anak mereka tidak bersalah dan menyatakan kesediaan untuk membuktikan di pengadilan.
Keluarga AA terus berjuang untuk mendapatkan keadilan atas kematian tragis anak mereka.
"Kami merasa kehilangan yang sangat dalam. Kami berharap pelaku mendapat hukuman setimpal," ungkap bibi AA, Marlina.
Dalam sidang yang digelar pada 10 Oktober 2024, Majelis Hakim menjatuhkan vonis rehabilitasi satu tahun kepada tiga terdakwa di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, sementara pelaku utama divonis 10 tahun penjara.
Keputusan ini menuai protes dari keluarga korban yang merasa hukuman tersebut tidak adil.
Jaksa Penuntut Umum pun mengambil langkah untuk mengajukan banding, karena vonis tersebut dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi keluarga dan masyarakat.
"Putusan ini tidak bisa diterima, dan kami akan mengajukan banding agar pelaku mendapatkan hukuman yang seharusnya," ungkap Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari.
Keluarga AA menunggu keadilan dengan penuh harapan bahwa hukum akan memberikan konsekuensi yang tepat bagi pelaku kejahatan.
Sebuah pelajaran pahit bagi semua orang bahwa setiap nyawa, terutama anak-anak, sangat berharga dan perlu dilindungi.