Kaleidoskop 2024: Penerimaan Seret, Defisit APBN Terjadi Lebih Cepat
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mendesain APBN 2024 awal dengan defisit senilai Rp522,8 triliun atau 2,29% terhadap PDB. Selama tahun berjalan, pemerintah mengubah target defisit dengan outlook Rp609,7 triliun atau 2,7% dari PDB.
Defisit APBN adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama. Defisit APBN dapat terjadi ketika nilai belanja negara lebih besar dari penerimaan negara.
Untuk menutup kekurangan tersebut, pemerintah melaksanakan pembiayaan anggaran yang bersumber dari penarikan utang dalam dan luar negeri, serta melalui pinjaman.
Defisit yang diperkirakan melebar pada akhir tahun tersebut dikarenakan belanja negara yang juga diperkirakan melonjak mencapai Rp3.412,2 triliun pada akhir 2024, dari pagu awal sebesar Rp3.325,1 triliun.
Meski demikian, pemerintah tidak berencana menambah utang baru untuk menutup defisit tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dilakukan melalui tambahan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun, bukan lewat utang baru.
Dengan penggunaan SAL itu, Sri Mulyani memastikan penerbitan Surat berharga Negara (SBN) hingga akhir 2024 akan tetap rendah.
APBN membukukan surplus pada awal tahun senilai Rp31,3 triliun yang berasal dari pendapatan negara sejumlah Rp215,5 triliun dan belanja Rp184,2 triliun.
Sri Mulyani Indrawati sedari awal tahun telah mewaspadai situasi ekonomi global yang melemah dan berpotensi mengganggu penerimaan negara.
"Kami harus mewaspadai situasi global masih cukup menantang dan kecenderungan masih lemah sehingga kami perlu menjaga sumber-sumber penerimaan dalam negeri," ujarnya.
Memasuki bulan yang ditunggu karena memasuki momen Pemilihan Umum (Pemilu) kinerja surplus APBN tercatat anjlok ke level Rp22,84 triliun (sampai dengan 15 Maret 2024). Kondisi surplus ini cenderung turun baik dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp26,04 triliun, maupun dari capaian Januari 2024.
Sri Mulyani menuturkan bahwa kenaikan yang cukup tinggi terhadap belanja tersebut sejalan dengan pemilu, di mana tahun lalu tidak ada momen tersebut.
Negara telah belanja senilai Rp470,3 triliun atau tumbuh 18% (year on year/YoY). Terlihat dari belanja pemerintah pusat (BPP) yang tumbuh 17% atau mencapai Rp328,9 triliun. Utamanya, belanja kementerian/lembaga (K/L) yang melesar 24,5% atau setara Rp165,4 triliun.
Pada saat bersamaan, seluruh pos penerimaan negara tercatat mengalami kontraksi. Penerimaan pajak anjlok 3,7% (YoY) ke level Rp343,9 triliun, kepabeanan dan cukai terkumpul Rp56,5 triliun atau -3,2%. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut kontraksi sebesar 12,3% atau terkumpul senilai Rp93,5 triliun.
Hanya dua pekan dari realisasi sebelumnya, surplus APBN pada akhir Maret tercatat semakin susut ke level Rp8,07 triliun.
Dari sisi pendapatan, terlah terkumpul Rp620,01 triliun atau turun 4,1% (YoY). Sementara untuk belanja, Sri Mulyani telah mengeluarkan Rp611,9 triliun atau tumbuh 18%.
Utamanya, belanja cukup banyak dikeluarkan pada kuartal pertama tahun ini dengan adanya pengelenggaraan Pemilu.
Usai mengalami penyusutan, APBN per akhir April 2024 tercatat surplus Rp75,7 triliun yang berasal dari pendapatan negara mencapai Rp924,9 triliun atau turun 7,6% (YoY). Sementara belanja disalurkan senilai Rp849,2 triliun atau tumbuh 10,9%.
APBN mencatatkan defisit untuk pertama kalinya sepanjang 2024 senilai Rp21,76 triliun atau setara dengan 0,1% terhadap PDB. Tahun lalu, APBN Mei 2023 masih mencatatkan surplus senilai Rp204,14 triliun.
Defisit yang terjadi berasal dari naiknya belanja negara sebesar 14% (YoY). Belanja negara hingga akhir Mei 2024 tercatat mencapai Rp1.145,3 triliun atau setara dengan 34,4% dari total pagu APBN 2024.
Sementara pendapatan negara yang terdiri dari pajak, bea cukai, dan PNBP, serta hibah yang mengalami penurunan hingga 7,1% (YoY). Di mana pendapatan negara total mencapai Rp1.123,5 triliun atau mencapai 40,1% dari target APBN 2024.
"2023 dan 2022 di mana kenaikan harga terutama pada tahun 2022 dari komoditas itu luar biasa tinggi sehingga membukukan penerimaan dari perpajakan dan PNBP cukup tinggi, ini sesuatu yang perlu kita terus monitor dan waspadai," ujar Sri Mulyani.
Menutup semester I/2024, APBN terus mencatatkan defisit yang semakin dalam ke level Rp77,32 triliun.
Pendapatan negara telah terkumpul sejumlah Rp1.320,7 triliun atau kontraksi 6,2% (YoY). Utamanya pajak yang kontraksi hingga 7,9% sementara kepabeanan dan cukai anjlok 0,9%. Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp1.398 triliun atau tumbuh 11,3%. Pos belanja K/L naik signifikan hingga 16,8% (YoY) menjadi Rp487,4 triliun.
Kinerja APBN per Juli 2024 mencatatkan defisit Rp93,4 triliun. Naiknya belanja menjadi faktor utama defisit anggaran kian melebar.
Penerimaan negara sepanjang Januari—Juli 2024 mencapai Rp1.545,4 triliun atau setara 55,1% dari target. Meski demikian, penerimaan tersebut anjlok 4,3% (YoY). Sementara itu, realisasi belanja pada periode yang sama mencapai Rp1.638,8 triliun atau 49,3% dari alokasi pemerintah atau melonjak melonjak 12,2%.
Seiring berjalannya tahun dan semakin banyaknya belanja negara sementara penerimaan kontraksi, defisit APBN Agustus mencapai Rp153,7 triliun atau setara 0,68% dari PDB. Realisasi belanja mencapai Rp1.930,7 triliun, sementara pendapatan hanya Rp1.777 triliun.
Untuk pertama kalinya, pemerintah meniadakan penyampaian APBN Kita mengingat pergantian kepemimpinan dari Joko Widodo menjadi Prabowo Subianto. Meski demikian, defisit September tercatat Rp243,35 triliun.
Pendapatan negara yang mencapai Rp2.802,29 triliun masih kontraksi 1,36% (YoY), sementara belanja negara senilai Rp2.251,63 triliun tumbuh 14,1%.
APBN terus mencatatkan defisit yang lebih dalam senilai Rp309,2 triliun atau 1,37% terhadap PDB. Berasal dari belanja negara yang mencapai Rp2.556,7 triliun atau naik drastis 14,1% YoY. Sementara penerimaan Rp2.247,6 triliun atau tumbuh tipis 0,3%.
Hingga akhir November 2024 defisit APBN tercatat senilai Rp401,8 triliun atau masih di bawah rencana tahun ini yang mencapai Rp522,8 triliun.
Defisit tersebut bersumber dari belanja yang mencapai Rp2.894,5 triliun atau naik cukup tajam sebesar 15,3% (YoY). Sementara pendapatan negara mulai rebound yang diperoleh sejumlah Rp2.492,7 triliun atau terjadi kenaikan 1,3%.
Sementara realisasi Desember 2024 baru akan pemerintah umumkan pada awal Januari 2025 mendatang.
Sumber APBN Kita, diolah