Kaleidoskop Penegakan Hukum Indonesia Tahun 2024

Kaleidoskop Penegakan Hukum Indonesia Tahun 2024

Tahun 2024 merupakan tonggak penting dalam perjalanan penegakan hukum di Indonesia, menghadirkan dinamika kompleks yang mencerminkan tantangan dan peluang perbaikan. Di tengah beragam persoalan hukum yang muncul, Indonesia menghadapi tantangan utama dalam membangun keadilan yang transparan dan inklusif, sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman.

Pemberantasan korupsi tetap menjadi sorotan utama. Dengan hadirnya pimpinan dan Dewan Pengawas yang baru di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diharapkan dapat membawa angin segar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kepemimpinan yang tegas, independen, dan berintegritas sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap KPK.

Melalui upaya reformasi internal yang lebih kuat, peningkatan transparansi, dan pemberdayaan sumber daya manusia yang kompeten, KPK diharapkan menjadi lebih kuat. Penuntasan terhadap kasus lama yang belum selesai, seharusnya menjadi obat yang dapat menyembuhkan citra buruk KPK, dari buruknya kepemimpinan KPK sebelumnya, yang diwarnai dengan banyaknya kasus yang mencoreng citra lembaga.

Jangan sampai terulang kembali yang tentu saja mengganggu kinerja lembaga dan menciptakan keraguan terhadap komitmen KPK dalam melawan korupsi. Selain itu, keberhasilan KPK juga akan bergantung pada dukungan dan sinergi dengan lembaga negara lain, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan yang bersih dan transparan.

Di sisi lain, upaya pemberantasan korupsi kerap kali dibayangi oleh integritas dan profesionalisme lembaga peradilan. Kita tentunya mengapresiasi upaya Mahkamah Agung yang telah berusaha keras menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP). Ini tentu menunjukkan komitmen serius Mahkamah Agung untuk membersihkan institusi peradilan dari praktik-praktik korupsi oleh oknum hakim nakal.

Langkah tegas berupa investigasi internal dan penerapan sanksi berat bagi pelanggar menjadi bukti nyata kesungguhan MA dalam mengembalikan marwah peradilan sebagai benteng terakhir keadilan. Mahkamah Agung telah menjatuhkan sanksi kepada 206 Hakim, yang terdiri atas 79 sanksi berat, 31 sanksi sedang, dan 96 sanksi ringan.

Meskipun demikian, kasus ‘hakim nakal’ menjadi cerminan tantangan serius dalam reformasi sistem peradilan. Salah satu kasus yang viral adalah tertangkapnya seorang hakim pengadilan negeri yang menerima suap di Surabaya, yang terbaru adalah dugaan praktik hakim nakal pada vonis ringan terdakwa kasus korupsi Timah yang merugikan triliunan Rupiah, memicu keprihatinan publik dan tuntutan untuk reformasi peradilan.

Meski Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terus berupaya memperbaiki integritas aparat peradilan, dugaan suap dan keputusan kontroversial kerap memicu keprihatinan publik. Ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum yang adil membutuhkan aparat yang bersih dan sistem yang transparan.

Dalam konteks ini, langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menyetujui kenaikan gaji hakim diharapkan dapat menjadi insentif untuk meningkatkan profesionalisme dan mengurangi risiko perilaku koruptif. Namun, kebijakan ini harus diiringi dengan pengawasan ketat, evaluasi kinerja, dan penegakan disiplin yang tegas agar integritas aparat peradilan benar-benar terjaga.

Tahun 2024 juga menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus pencapaian bagi Kepolisian Republik Indonesia. Kita harus mengapresiasi kinerja penegakan hukum oleh POLRI dibawah komando Jend. Listyo Sigit Prabowo dengan tagline ‘POLRI Presisi’, menunjukkan tren positif yang berdampak baik pada stabilitas sosial dan keamanan masyarakat, berdasarkan hasil survei World Justice Project Indonesia menempati peringkat 42 dari sebelumnya di posisi 44 dari 142 negara dengan skor 0,86 dalam efektivitas pengendalian kejahatan.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan seperti penanganan kasus judi online, peredaran narkotika, hingga ancaman terorisme, aparat kepolisian berhasil menunjukkan profesionalisme dan ketangguhannya. Meskipun demikian, berbagai peristiwa juga di internal POLRI memicu perhatian publik.

Kasus penembakan antarsesama anggota kepolisian di Solok Selatan, Sumatera Barat, Polisi tembak siswa SMK di Semarang, Polisi bunuh ibu kandung di Cileungsi, kasus Rudy Soik di NTT, serta penolakan pengamanan oleh POLRI sebelum terjadi kasus penembakan di Rest Area Km 45 Tol Tangerang-Merak, mencerminkan perlunya evaluasi mendalam terhadap pembinaan profesionalitas, disiplin, dan integritas anggota Polri.

Selain itu, kasus pemerasan yang terjadi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) kembali mempertontonkan budaya koruptif di institusi penegak hukum. Tantangan lainnya mencakup maraknya kasus geng motor dan premanisme di beberapa kota besar, yang menguji efektivitas upaya pemberantasan kejahatan jalanan oleh POLRI. Kondisi ini menunjukkan perlunya reformasi menyeluruh dalam model pembinaan POLRI untuk memastikan profesionalisme dan penguatan kepercayaan masyarakat.

Kasus yang ditangani Kejaksaan juga tidak lepas dari sorotan publik. Kasus korupsi timah, kasus nikel Blok Mandiodo, dan penyelesaian kasus yang melibatkan Thomas Lembong menuai kritik luas dari publik. Hal ini mencerminkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan transparansi, profesionalisme, dan independensi dalam penanganan kasus besar yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian dan kepercayaan publik.

Namun, di tengah kritik tersebut, Kejaksaan Agung juga mencatat prestasi signifikan dengan berhasil mengembalikan Rp 1,6 triliun ke kas negara. Pencapaian ini menunjukkan komitmen lembaga tersebut dalam menangani tindak pidana korupsi dan memulihkan kerugian negara. Keberhasilan ini diharapkan menjadi momentum untuk terus memperbaiki kinerja Kejaksaan dan memastikan bahwa penanganan kasus besar dapat dilakukan secara adil, transparan, dan berintegritas.

Selain itu, masalah over kapasitas di lembaga pemasyarakatan, khususnya untuk narapidana kasus narkoba, menjadi sorotan penting. Kondisi ini menimbulkan tekanan besar terhadap sistem pemasyarakatan dan memerlukan solusi segera.

Koordinasi antar aparat penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, dan hakim diperlukan untuk mencari pendekatan yang lebih efektif dalam menangani kasus narkoba. Alternatif seperti rehabilitasi bagi pengguna narkoba dan penyederhanaan proses hukum untuk pelanggaran ringan, perlu dipikirkan agar menjadi bagian dari strategi untuk mengurangi beban lembaga pemasyarakatan.

Penerapan hukuman kerja sosial dapat menjadi alternatif yang efektif untuk mengurangi beban lembaga pemasyarakatan yang terbatasnya kapasitasnya. Upaya ini memungkinkan pelaku kejahatan untuk menjalani hukuman tanpa membebani sistem pemasyarakatan, sekaligus memberikan dampak rehabilitatif yang lebih positif.

Melalui kerja sosial, pelaku dapat memahami pentingnya tanggung jawab sosial dan berkesempatan untuk memperbaiki diri dan dapat ikut serta memberikan kontribusi langsung bagi lingkungan sekitar. Dengan demikian, hukuman kerja sosial menjadi bagian penting dalam pembaruan sistem peradilan pidana yang lebih efisien dan rehabilitatif.

Penegakan hukum berbasis restorative justice di Indonesia juga menjadi alternatif dalam penyelesaian perkara hukum, terutama untuk kasus-kasus ringan yang lebih baik diselesaikan melalui pendekatan dialogis. Konsep ini menekankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta menghindari hukuman formal yang sering kali membawa dampak negatif bagi semua pihak.

Namun, penerapan restorative justice di Indonesia masih berjalan secara sektoral, tergantung pada kebijakan masing-masing institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. Akibatnya, pendekatan ini belum terintegrasi secara menyeluruh dalam sistem peradilan, sehingga penerapannya sering kali inkonsisten dan kurang efektif.

Hingga saat ini, pendekatan ini hanya diatur melalui pedoman internal dari lembaga penegak hukum, seperti Surat Edaran Kapolri, Peraturan Jaksa Agung, Peraturan mahkamah Agung, yang bersifat terbatas. Hal ini menciptakan ruang abu-abu dalam penerapan, termasuk potensi penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan regulasi nasional yang mengatur restorative justice secara komprehensif, dengan memperjelas kriteria, mekanisme, dan pengawasan prosesnya. Regulasi ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan penerapan yang adil, transparan, dan konsisten di seluruh tingkatan peradilan.

Selain masalah korupsi, peredaran narkotika tetap menjadi ancaman serius bagi keamanan nasional dan kesehatan masyarakat. Di 2024, penindakan terhadap sindikat narkoba semakin intensif, dengan penangkapan beberapa bandar besar yang terlibat dalam penyelundupan narkotika jenis sabu dari luar negeri. Salah satu kasus yang mencuat adalah pengungkapan jaringan narkotika internasional yang melibatkan penyelundupan narkoba dengan menggunakan jalur laut maupun jalur perbatasan lintas negara.

Untuk menanggulangi penyelundupan narkotika lintas batas (Cross border narcotics smuggling) tentu diperlukan penegakan hukum yang melibatkan kerja sama antarnegara. Selain itu penguatan kelembagaan Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional diperlukan untuk menghentikan peredaran narkoba yang merusak generasi muda Indonesia.

Terorisme juga tetap menjadi perhatian utama dalam upaya penegakan hukum. Meskipun ancaman terorisme berkurang, POLRI tetap berhasil mengamankan 202 tersangka terorisme sepanjang 2024. Penangkapan berbagai kelompok teroris serta kemampuan intelegen yang semakin kuat menangkal terorisme menunjukkan keberhasilan Indonesia dalam memutus rantai terorisme, namun juga harus tetap waspada akan potensi ancaman yang masih ada.

Penegakan hukum yang tegas terhadap terorisme diiringi dengan upaya deradikalisasi terus menjadi bagian integral dari strategi keamanan nasional. Selain itu, pengawasan terhadap pendanaan terorisme juga semakin diperkuat.

Pemerintah Indonesia, melalui PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), berfokus pada pencegahan dan penghentian aliran dana yang digunakan untuk mendanai aktivitas terorisme, dengan melakukan pemantauan terhadap transaksi keuangan mencurigakan serta bekerja sama dengan lembaga internasional untuk memutus akses ke sumber daya finansial bagi kelompok teroris. Antisipasi terhadap pendanaan terorisme ini menjadi langkah penting untuk menghambat keberlanjutan aksi teror, sekaligus memperkuat sistem keamanan negara secara keseluruhan.

Pada tahun 2024, penegakan hukum terhadap judi online semakin intens. Aparat penegak hukum berhasil membongkar sindikat judi online internasional yang beroperasi di Medan dan Batam. Sindikat ini, yang memiliki lebih dari 200.000 pengguna aktif dan omzet harian miliaran Rupiah, memanfaatkan teknologi canggih untuk menghindari deteksi, termasuk penggunaan server luar negeri dan transaksi menggunakan mata uang kripto.

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang Kementerian Komunikasi dan Digital) turut berperan aktif dengan memblokir ribuan bahkan jutaan situs judi online sebagai bagian dari upaya mencegah kerusakan ekonomi dan moral masyarakat. Namun, penegakan hukum judi online ini juga diwarnai oleh insiden yang melibatkan pegawai Menkominfo. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga integritas aparatur pemerintah dan memperkuat pengawasan internal agar upaya memerangi judi online tetap berjalan efektif.

Sementara itu, masalah pinjol ilegal juga semakin mendapat perhatian, mengingat dampak negatifnya terhadap masyarakat, terutama pada kalangan ekonomi lemah yang terjebak dalam jerat utang berbunga tinggi. Dalam hal ini, otoritas seperti OJK dan kepolisian terus berusaha menindak aplikasi pinjol ilegal, penagihan dengan cara kekerasan, dan para pelaku penipuan yang menipu korban dengan berbagai ancaman dan intimidasi.

Salah satu kasus signifikan adalah penangkapan beberapa pelaku dari jaringan pinjol ilegal yang beroperasi di bawah tanah, yang menggunakan metode kekerasan untuk menagih utang di Jakarta dan sekitarnya. Tindakan tegas ini mengarahkan pada pembentukan regulasi yang lebih komprehensif serta pengawasan yang ketat untuk melindungi masyarakat dari praktik rentenir digital.

Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024 menjadi ujian besar bagi penegakan hukum, yang harus menghadapi maraknya kasus politik uang, hoaks, dan ujaran kebencian. Sistem yang kompleks pada Sentra Gakkumdu, serta rumitnya penyelesaian tindak pidana Pemilu dan Pemilukada, serta lemahnya integritas aparat menjadi sorotan besar di masyarakat. Meski sejumlah keberhasilan tercapai, kritik terhadap lemahnya pengawasan di tingkat lokal menegaskan perlunya reformasi sistem pengawasan dan penegakan hukum dalam proses demokrasi.

Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia juga menjadi sorotan, seiring meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara serta pekerja asing yang datang, terutama dari sektor strategis seperti infrastruktur, teknologi, dan industri manufaktur. Masalah overstay, penyalahgunaan narkotika, pelanggaran izin kerja, manipulasi dokumen, pornografi dan pornoaksi, pelanggaran terhadap norma dan adat istiadat lokal, hingga persaingan tidak sehat antara tenaga kerja lokal dan asing menjadi isu yang kerap muncul.

Diharapkan pemerintah dapat terus memperketat pengawasan untuk memastikan keberadaan orang asing di Indonesia berjalan sesuai regulasi yang berlaku, serta meminimalkan dampak negatif terhadap pasar kerja lokal.

Di sisi lain, era digital menambah dimensi baru dalam penegakan hukum, di mana kejahatan siber seperti pencurian data pribadi dan ransomware meningkat pesat. Salah satu kasus yang mencuri perhatian adalah serangan ransomware besar besaran pada sebuah bank swasta, yang mengungkapkan kelemahan dalam sistem keamanan siber nasional. Implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi langkah awal yang penting, meskipun pengawasannya masih menghadapi tantangan besar.

Isu lingkungan dan konflik agraria juga terus memanas, dengan sejumlah kasus besar yang diselesaikan melalui jalur hukum. Kasus penggusuran lahan di wilayah Sumatera yang melibatkan perusahaan besar menjadi salah satu yang paling banyak mendapat sorotan, terutama karena dampaknya terhadap masyarakat adat setempat.

Namun, lambatnya proses hukum sering kali menjadi hambatan bagi keadilan. Di sisi lain, aktivitas pertambangan ilegal (illegal mining) menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Penambangan ilegal tanpa izin dan tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang besar, seperti kerusakan tanah, hutan, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Selain dampak ekologis, pertambangan ilegal juga berdampak langsung pada sektor penerimaan negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan yang seharusnya diperoleh melalui pajak dan royalti sering kali hilang karena praktik illegal mining. Akibatnya, negara kehilangan sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap sektor pertambangan, penegakan hukum yang lebih tegas terhadap penambangan ilegal, dan kebijakan yang mendukung pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, agar dapat memberikan manfaat baik dan berkontribusi bagi negara dari segi ekonomi maupun lingkungan.

Secara keseluruhan, tahun 2024 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya komitmen bersama dalam membangun sistem hukum yang adil dan adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan reformasi yang lebih mendalam dan keberanian dalam menghadapi tantangan, Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat pilar-pilar dalam menumbuhkan kepercayaan public, menciptakan rasa keadilan, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Memasuki tahun 2025, harapan besar tertuju pada peningkatan konsistensi dalam penegakan hukum yang lebih mandiri dan profesional, penguatan integritas lembaga-lembaga penegak hukum, serta akselerasi reformasi di sektor peradilan. Tahun 2025 diharapkan menjadi momentum untuk melahirkan kebijakan strategis yang tidak hanya menutup celah korupsi, tetapi juga mendorong transparansi dan akuntabilitas di semua lini pemerintahan.

Dengan semangat perubahan dan kerja sama antara pemerintahan baru, aparat penegak hukum, serta masyarakat, diharapkan dapat menjadi langkah besar dalam perjalanan Indonesia menuju sistem hukum yang lebih bersih, adil, dan terpercaya. Kepemimpinan Presiden Bapak Prabowo Subianto membawa harapan besar untuk mempercepat reformasi hukum yang lebih efektif, memperkuat integritas, serta menciptakan keadilan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Dr. Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum, Wakil Ketua DPR RI, Anggota Komisi III DPR RI

Sumber