Kapolri Sebut Menikahkan Korban dan Pelaku Kekerasan Seksual Bukan Solusi Tepat
JAKARTA, KOMPAS.com – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menilai, menikahkan pelaku kekerasan seksual dengan korban bukanlah sebuah langkah yang tepat untuk mengatasi kasus kekerasan seksual.
Sigit mengatakan, harus ada solusi yang lebih tepat untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual ketimbang menikahkan korban dengan pelaku.
“Kadang kala ada protes karena masalah diselesaikan dengan cara dinikahkan. Pertanyaannya, apakah dengan dinikahkan masalah bisa selesai?” kata Kapolri di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
“Ini harus diteliti lebih dalam. Cara seperti itu tidak cocok dan harus disiapkan solusi yang paling pas,” ujar Sigit menegaskan.
Sigit menekankan, penyelesaian kasus kekerasan harus sesuai dengan harapan korban serta tetap mengedepankan tindakan tegas dan solusi yang tidak menambah masalah baru.
Menurut dia, salah satu solusi yang dapat disiapkan Polri adalah menambah personel polisi wanita (polwan) untuk menangani kasus kekerasan seksual.
“Kehadiran Polwan di lapangan sangat penting, terutama saat situasi kritis. Dengan pendekatan feminisme yang dimiliki Polwan, kehadiran mereka bisa meredam potensi konflik,” kata Sigit.
Di samping itu, Kapolri juga heran mengapa data antara Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak dan Subdit PPA/PPO Polri mengalami perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan data Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak, ada 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 15.120 kasus kekerasan anak selama 5 tahun terakhir.
Sementara, jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak yang ditangani Polri hanya berada di kisaran 100.000 kasus.
“Yang ditangani oleh unit Subdit PPA/PPO ada 105.475 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, di mana tertinggi adalah KDRT, pencabulan, kekerasan fisik dan psikis, persetubuhan, dan pemerkosaan,” kata Sigit.
“Yang ditangani unit kami angkanya jauh lebih kecil. Saya tidak tahu loss-nya di mana atau hilangnya di mana,” ujar dia.