Kasus Demam Berdarah di Aceh Capai 3.400 Kasus, 22 Meninggal Dunia

Kasus Demam Berdarah di Aceh Capai 3.400 Kasus, 22 Meninggal Dunia

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh mencatat sepanjang 2024, kasus demam berdarah atau DBD mengalami peningkatan signifikan.

Hal ini salah satunya disebabkan faktor musim hujan yang terus melanda Aceh.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, dr. Iman Murahman, mengatakan pada 2023, angka kasus DBD sebanyak 2.176, sementara pada 2024 mencapai 3.400 kasus.

"Kalau kita lihat, memang angka kasus DBD dari tahun ke tahun dalam lima tahun terakhir itu semakin meningkat. Tingkat kematian lebih besar pada 2024 ini, yaitu total 22 kasus," kata Iman saat dihubungi via telepon, Rabu (15/1/2025).

Iman menjelaskan, dari jumlah 3.400 kasus, paling tinggi ditemukan di Kabupaten Pidie dengan 480 kasus, Bireuen 417 kasus, Banda Aceh 399 kasus, Aceh Tamiang 395 kasus, dan Aceh Besar 354 kasus.

Sementara itu, angka kematian, sebut Iman, Dinkes Aceh mencatat paling tinggi terjadi di Aceh Barat dengan 6 kasus, Aceh Tamiang 5 kasus, Banda Aceh 3 kasus, dan selebihnya tersebar di beberapa kabupaten/kota lainnya.

"Kalau kita lihat, salah satu faktor memang musim hujan yang tidak menentu. Kalau tahun sebelumnya (2023) ada musim kemarau. Kalau di 2024, mulai Juni-Desember, itu langsung tinggi angkanya," ujar Iman.

Memasuki Januari 2025, kata Iman, berdasarkan laporan petugas di lapangan, jumlah kasus DBD sudah mencapai sekitar 300-an.

"Itu yang memang terlaporkan, belum lagi yang tidak terlaporkan. Jadi, kasusnya memang sedang banyak-banyaknya," ungkap Iman.

Iman menilai masyarakat seyogianya mengetahui bahwa penyebab DBD adalah dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Namun, warga sedikit abai atau tidak peduli hal tersebut.

"Pasti rata-rata masyarakat sudah tidak tahu, tetapi baru ingat dan sadar ketika sudah sakit," katanya.

Iman menjelaskan, nyamuk Aedes Aegypti sumbernya bukan dari tempat-tempat kotor seperti parit atau selokan.

Namun, sebaliknya, jentik nyamuk itu berasal dari air bersih, seperti tempat penampungan gelas dispenser, toren, dan tampungan air lainnya yang jarang dibersihkan.

"Selama ini prinsipnya warga selalu minta fogging, padahal fogging itu hanya mematikan di hari itu saja, sementara tempat atau induknya tidak dibasmi atau dipindahkan," ucapnya.

"Seharusnya ya memang kesadaran masyarakat harus lebih ditingkatkan, harus lebih aware," katanya.

Sumber