Kasus Kegiatan Fiktif, Eks Direktur Jasindo Dituntut 4,5 Tahun Penjara

Kasus Kegiatan Fiktif, Eks Direktur Jasindo Dituntut 4,5 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Direktur Operasi Ritel PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo periode 2013-2018, Sahata Lumban Tobing, dipenjara selama empat tahun enam bulan.

Jaksa menilai, Sahata Lumban terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pemilik PT Mitra Bina Selaras (MBS) Toras Sotarduga Panggabean, yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 38 miliar.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahata Lumban Tobing berupa pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2024).

Jaksa menyebut, Sahata telah terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kedua.

Selain pidana badan, eks pejabat PT Jasindo itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 250.000.000 subsider kurungan selama 6 bulan.

Tidak hanya itu, Sahata juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 525.419.000.

“Namun karena terdakwa telah mengembalikan uang sebesar Rp 525.419.000, sehingga pengembalian uang tersebut diperhitungkan sebagai pengembalian atas harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Maka terdakwa tidak lagi dibebani untuk membayar uang pengganti,” kata jaksa.

Sementara itu, Toras Sotarduga dituntut untuk dijatuhi pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

Jaksa juga menuntut Toras Sotarduga untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 7.662.083.376,31.

Namun, uang pengganti tersebut tidak perlu dibayarkan oleh pemilik PT Mitra Bina Selaras lantaran sudah dikembalikan kepada negara.

“Maka terdakwa tidak lagi dibebani untuk membayar uang pengganti,” kata jaksa.

Berdasarkan surat dakwaan, perbuatan melawan hukum ini dilakukan Sahata bersama Toras Sotarduga Panggabean selaku pemilik Koperasi Simpan Pinjam Dana Karya dan penerima manfaat PT Mitra Bina Selaras, Ari Prabowo, Kepala Cabang (Kacab) Jasindo S. Parman 2017-2018.

Selain itu, perbuatan ini juga melibatkan Heru Wibowo, Kacab Jasindo S. Parman 2018-2020, Jery Robert Hatu, Kacab Pemuda 2016-2018, M. Faizi Ridwan, Kacab Jasindo Pemuda 2018-2020, Yoki Triyuni Putra, Kacab Jasindo Semarang 2016-2018, dan Kacab Jasindo Makassar 2018-2019, serta Umam Taufik, Kacab Jasindo Semarang 2018-2021.

“Melakukan perbuatan kejahatan secara melawan hukum, yaitu menunjuk PT MBS yang tidak terdaftar dalam perusahaan asuransi resmi berdasarkan OJK, sebagai mitra PT Jasindo,” kata jaksa.

Jaksa menyebut, Sahata Lumban merekayasa kegiatan keagenan PT MBS dan membayarkan komisi agen kepada PT MBS seolah-olah sebagai imbalan jasa kegiatan agen atas penutupan asuransi pada kantor Jasindo S. Parman, Jasindo Pemuda, Jasindo Semarang, dan Jasindo Makassar sejak tahun 2017-2020.

“Padahal penutupan jasa asuransi tersebut tidak memakai jasa PT MBS,” ucap jaksa.

Akibat tindakan ini, para terdakwa dianggap telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu terdakwa Sahata sebesar Rp 525,4 juta dan Toras Rp 7,6 miliar.

Kemudian, Ari Prabowo Rp 23,5 miliar, M. Fauzi Ridwan Rp 1,9 miliar, Yoki Triyuni Rp 1,7 miliar, Umam Taufik Rp 1,4 miliar, dan PT BNI (Persero) Rp 1,3 miliar.

Kerugian tersebut diketahui berdasarkan audit perhitungan kerugian keuangan negara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembayaran komisi agen oleh PT Jasindo periode 2017-2020 yang disusun oleh tim audit pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sumber