Kasus Korupsi Rp 300 Triliun, Bos Timah Tamron Divonis 8 Tahun Penjara
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik perusahaan smelter swasta CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon, dihukum 8 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Tony Irfan, menyatakan bahwa Tamron terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan bersama-sama Harvey Moeis dan kawan-kawan.
Korupsi tersebut di antaranya dilakukan melalui kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk dan jual beli bijih timah dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamron alias Aon oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun,” kata Hakim Tony di ruang sidang, Jumat (27/12/2024).
Majelis hakim juga menghukum Tamron untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat juga menyatakan Tamron terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal ini sebagaimana dakwaan kedua primair terkait Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim kemudian menghukum Tamron untuk membayar uang pengganti senilai Rp 3.538.932.640.663,67 atau Rp 3,53 triliun, dikurangi nilai aset yang telah disita oleh penyidik.
Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap Tamron tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara.
Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka pidana tambahan itu akan diganti dengan pidana kurungan selama 5 tahun penjara.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun,” tutur Hakim Tony.
Vonis yang dijatuhkan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 3,66 triliun.
Jaksa menilai Tamron terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga dinilai terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan kedua primair.