Keberhasilan Desa Krandegan: Pionir Desa Mandiri di Jateng

Keberhasilan Desa Krandegan: Pionir Desa Mandiri di Jateng

PURWOREJO, KOMPAS.com – Desa Krandegan, Kecamatan Bayan, telah mencatatkan sejarah sebagai desa mandiri pertama di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Kesuksesan ini tidak lepas dari peran Dwinanto selaku kepala desa.

Di bawah kepemimpinannya, desa yang terletak 12 kilometer dari pusat kota Purworejo ini telah menjadi inspirasi nasional bagi banyak desa di seluruh Indonesia.

Kunjungan ke Desa Krandegan untuk belajar mengenai pengelolaan desa telah menjadi hal yang umum.

Dwinanto pun sering diminta sebagai pemateri untuk membagikan pengalaman dan inovasi yang telah diterapkan di desanya.

Bahkan, pada peringatan Hari Desa Nasional tahun 2025, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT) berencana mengunjungi Desa Krandegan.

"Tanggal 18 Januari DPP PKS akan mengadakan Peringatan Hari Desa Nasional di Krandegan. Akan dihadiri oleh Presiden PKS, Menteri Desa, anggota DPR RI, dan Bupati Purworejo," kata Dwinanto pada Sabtu (11/1/2025).

Cerita sukses Desa Krandegan bermula pada tahun 2013 ketika Dwinanto menjabat sebagai kepala desa.

Saat itu, desa ini menghadapi berbagai tantangan, terutama di sektor pertanian.

Sawah tadah hujan hanya dapat dipanen satu atau dua kali dalam setahun, ditambah masalah kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan.

Untuk mengatasi masalah ini, Dwinanto memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) guna membangun sistem irigasi dengan pompa diesel.

Meskipun sistem ini meningkatkan produktivitas, biaya operasional yang tinggi, hingga mencapai Rp 500.000 per hari, menjadi kendala.

Pada tahun 2021, Dwinanto melakukan transisi ke energi terbarukan dengan membangun satu blok panel surya yang terdiri dari 57 panel.

"Dengan instalasi panel surya tersebut, kami dapat menghidupkan dua pompa air bertenaga surya untuk mengairi sekitar 70 hektar sawah. Ini membuat ongkos produksi pertanian kami turun drastis," ungkap Dwinanto.

Desa Krandegan tidak hanya berinovasi di sektor pertanian, tetapi juga dalam pengembangan ekonomi desa.

BUMDes Krandegan menjadi pilar utama pembangunan ekonomi lokal dengan pendekatan yang tidak menyaingi usaha warga.

Dwinanto menjelaskan, "BUMDes di Desa Krandegan diatur agar tidak membuka usaha yang berpotensi mematikan bisnis kecil masyarakat. Kami fokus pada usaha yang belum tergarap, seperti penjualan aplikasi digital, penyewaan homestay, dan sewa gedung pertemuan."

Strategi ini terbukti sukses, dengan BUMDes mencatatkan omzet lebih dari Rp1 miliar dan menyumbang Pendapatan Asli Desa (PAD) sebesar Rp100 juta dalam dua tahun.

Keberhasilan Desa Krandegan juga berkat partisipasi aktif masyarakat.

Dengan adanya pengairan gratis dari panel surya, Dwinanto mendorong warga untuk menyisihkan hasil panen dalam bentuk zakat atau sedekah.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai program sosial, termasuk dapur umum desa yang menyediakan makanan bagi 50 keluarga miskin setiap hari serta pembagian baju baru kepada anak-anak di desa saat Lebaran.

"Gotong-royong menjadi kekuatan kami. Semua warga saling mendukung, sehingga desa ini mampu mandiri," jelas Dwinanto.

Tak hanya fokus pada inovasi bidang pertanian dan ekonomi, Desa Krandegan juga menjadikan digitalisasi dan teknologi sebagai bagian penting dari perkembangan desa.

Kerja sama dengan perguruan tinggi, seperti melalui program Kampus Merdeka, membantu desa menyusun masterplan pembangunan dengan biaya terjangkau.

Saat ini, Desa Krandegan sering kali dijadikan rujukan bagi desa-desa lain di Indonesia.

Dari inovasi irigasi tenaga surya hingga BUMDes yang memberdayakan masyarakat tanpa menyaingi usaha warga, Desa Krandegan membuktikan bahwa kreativitas, inovasi, dan gotong royong adalah kunci kemajuan.

"Kemandirian desa tidak hanya soal anggaran, tetapi bagaimana kita melibatkan masyarakat, memanfaatkan potensi lokal, dan menjalin kolaborasi yang saling menguntungkan," tutup Dwinanto.

Sumber