Kebutuhan Pembiayaan APBN 2025 Naik, Penerbitan SBN Makin Sedikit
Bisnis.com, JAKARTA — Kebutuhan anggaran yang semakin besar dalam APBN 2025 tercermin melalui rencana pembiayaan yang meningkat dari Rp648 triliun tahun ini menjadi Rp775,87 triliun pada tahun depan.
Hal tersebut sejalan dengan pagu belanja pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang mencapai Rp3.621,3 triliun atau meningkat Rp296,2 triliun dari APBN 2024.
Mencermati rincian pembiayaan utang, langkah pemerintah untuk membiayai program di awal pemerintahan Prabowo Subianto melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) justru turun.
Tercatat pembiayaan utang melalui SBN neto senilai Rp642,56 triliun, turun dari rencana 2024 yang sejumlah Rp666,45 triliun.
Sementara suku bunga SBN tenor 10 tahun ditargetkan mencapai 7%, lebih tinggi dari asumsi dasar ekonomi makro APBN 2024 yang berada di angka 6,7%. Adapun imbal hasil SBN tenor 2 tahun dan 10 tahun, per 19 November 2024 masing-masing sebesar 6,44% dan 6,86% sejalan kenaikan yield UST.
Kenaikan suku bunga tersebut telah pemerintah waspadai mengingat risiko tekanan fiskal AS akibat kebutuhan pembiayaan anggaran AS yang tinggi dan membutuhkan penerbitan US Treasury lebih banyak. Pada akhirnya hal tersebut dapat mempengaruhi yield SBN.
Sebagai tambahan, pemerintah mencari sumber pembiayaan APBN 2025 melalui Pinjaman Luar Negeri yang melesat 219,55% dari target 2024.
Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet memandang pilihan pemerintah tersebut semata-mata ingin mendorong porsi pinjaman luar negeri yang melibatkan pinjaman bilateral dan multilateral dari berbagai negara maupun lembaga internasional.
Yusuf menjelaskan bahwa secara umum pendanaan atau pinjaman luar negeri relatif dapat memenuhi unsur kebutuhan pinjaman yang sifatnya spesifik ke program tertentu.
Misalnya, pinjaman luar negeri baiknya sifatnya bilateral ataupun multilateral untuk mendanai program makan bergizi gratis.
Dengan demikian, pinjaman tersebut khusus untuk program unggulan Prabowo, tanpa mencampuradukkan pendanaan atau kebijakan pemerintah yang lain—sebagaimana isu pemangkasan anggaran subsidi untuk makan bergizi gratis.
"Jadi nantinya pemerintah dapat melihat kebutuhan pendanaannya berapa, kemudian yang akan didanai melalui pinjaman berapa dan proses monitoring dan evaluasi dari pinjaman yang dilakukan untuk program tersebut," ujarnya, Senin (9/12/2024).
Berbeda dengan pendanaan melalui SBN di mana dana kemudian dikumpulkan dalam semacam polling fund yang digunakan untuk berbagai program dan tidak spesifik ke satu program tertentu saja.
Meski demikian, pemerintah perlu mewaspadai komitmen fee yang harus dibayarkan apabila pencairan ataupun penggunaan dana pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan yang disepakati sebelumnya.