Kejagung Buka Peluang Panggil Saksi Lain dalam Kasus Korupsi Tom Lembong
JAKARTA, KOMPAS.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang untuk memeriksa sejumlah saksi tambahan dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, pemanggilan saksi-saksi baru bergantung pada kebutuhan dan perkembangan penyidikan.
“Terkait pemeriksaan saksi, ini bergantung pada kebutuhan penyidikan. Jika diperlukan penambahan saksi atau keterangan, hal itu akan dilakukan,” ujar Harli di kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Akan tetapi, Harli menyebutkan bahwa penyidik belum mengagendakan pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang diduga turut serta dalam kebijakan impor gula yang berujung pada kasus korupsi itu.
Harli mengatakan, tim penyidik akan mendalami informasi yang sudah dikumpulkan.
Ia menyebutkan, pemanggilan saksi bisa menjadi opsi apabila penyidik memerlukan bukti tambahan untuk memperjelas kronologi kasus atau keterlibatan pihak lain.
"Kemungkinan adanya tersangka baru tentu bergantung pada kecukupan bukti. Harus ada setidaknya dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Harli.
Di samping itu, Kejagung juga belum berencana untuk melakukan penggeledahan untuk mencari bukti-bukti baru.
“Hingga saat ini belum. Jadi, bukti-bukti yang sudah diperoleh itu akan didalami, itu akan diintensifkan atau misalnya kalau ada penambahan keterangan yang dibutuhkan penyidik, maka akan dilakukan (penggeledahan tambahan),” ujar Harli.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka akasus dugaan korupsi terkait impor gula saat ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan, Tom Lembong diduga memberikan izin impor gula dalam kondisi stok gula Tanah Air yang tak mengalami kekurangan.
“Bahwa pada tahun 2015 berdasarkan rapat koordinasi antar-kementerian, tepatnya telah dilaksanakan 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula,” ujar Abdul di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Abdul menyampaikan, dalam rapat itu pemerintah semestinya tak perlu melakukan impor gula, tetapi pada tahun yang sama Tom Lembong justru memberikan izin untuk tetap mendatangkan stok gula dari luar negeri.
Kejagung juga menilai Tom Lembong melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 bahwa yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih hanyalah BUMN.
Sementara, izin impor itu diberikan kepada perusahaan swasta, PT AP.
Kejagung menduga perbuatan Tom Lembong itu dapat menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 400 miliar.