Kejagung Dalami Dugaan Aliran Fee dari 8 Perusahaan Pengimpor Gula ke Tom Lembong
JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) turut mendalami dugaan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong turut menerima imbalan atau fee di balik kasus dugaan korupsi impor gula di Kemendag tahun 2015-2016.
“Apakah ada indikasi fee, itu juga bagian dari penyelidikan kami. Nanti hasilnya akan ditentukan berdasarkan bukti yang diperoleh,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Saat ini, Kejagung masih merangkai bukti-bukti yang ditemukan dari hasil pemeriksaan dan penggeledahan yang dilakukan selama beberapa waktu terakhir.
Sejak penyidikan dimulai pada Oktober 2023, Korps Adhyaksa diketahui telah memanggil puluhan saksi. Dilansir dari Kompas.id, Tom Lembong bahkan sudah tiga kali dipanggil Kejagung sebagai saksi, sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Selasa (29/10/2024).
“Dari 90 saksi yang diperiksa, diperoleh keterangan bahwa pada tahun 2015, pemerintah sebenarnya menyatakan surplus gula, sehingga impor tidak diperlukan. Namun, izin impor tetap diberikan untuk 105.000 ton gula mentah,” ungkapnya.
Di samping Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berinisial CS sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
CS diduga berperan aktif dalam melakukan pertemuan dengan manajer delapan perusahaan, sebelum impor gula tersebut dilaksanakan. Kedelapan perusahaan itu yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
“CS juga menggandeng delapan perusahaan yang core bisnisnya sebenarnya bukan di bidang gula untuk menjalankan impor tersebut," ungkap Harli.
"PT PPI lalu seolah-olah membeli gula itu dari pihak swasta untuk dijual kembali,” kata Harli.
Kala itu, harga gula yang dijual di pasaran mencapai Rp 16.000 per kilogram, sementara HET yang ditetapkan hanya Rp 13.000 per kilogram.
Selisih sebesar Rp 3.000 per kilogram ini disebut-sebut sebagai keuntungan yang diperoleh dari impor gula tersebut.
“Jika dihitung dari total impor hingga 300.000 ton, selisih keuntungan ini mencapai angka yang signifikan,” tambahnya.
Atas perbuatannya, Tom Lembong dan CS disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal mencapai seumur hidup.