Kejagung: Denda Damai Bukan untuk Pengampunan Koruptor
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa denda damai yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan yang baru tidak bisa digunakan untuk pengampunan koruptor.
Dia mengatakan bahwa denda damai hanya bisa digunakan untuk penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi.
“Denda damai dalam UU Kejaksaan itu bukan untuk pengampunan koruptor, tapi penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi seperti kepabeanan, cukai, hingga pajak,” kata Harli kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).
Sementara itu, Harli mengatakan bahwa penyelesaian tindak pidana korupsi atau tipikor bisa dilakukan melalui aturan yang ada dalam UU Tipikor.
“Penyelesaian tipikor berdasarkan UU Tipikor,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.
Dia menjelaskan bahwa kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung.
Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
Harli menegaskan bahwa penyelesaian secara denda damai yang dimaksud dalam Pasal 35 (1) huruf K UU No. 11 Tahun 2021 adalah untuk UU sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi.
“Benar dalam Pasal 35 (1) huruf K UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI menyatakan Jaksa Agung mempunyai tugas dan kewenangan menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan undang-undang,” kata Harli.
Harli mengatakan bahwa untuk penyelesaian tipikor mengacu pada UU Tipikor, Pasal 2, 3, dan seterusnya.
“Kalau dari aspek teknis yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud Pasal 35 (1) huruf K, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).