Kejagung: Kasus Korupsi Tak Diselesaikan Lewat Denda Damai, tapi Uang Pengganti

Kejagung: Kasus Korupsi Tak Diselesaikan Lewat Denda Damai, tapi Uang Pengganti

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, menjelaskan bahwa mekanisme denda damai tidak berlaku untuk penyelesaian kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Dia menegaskan, kasus tipikor memiliki kerangka hukum tersendiri melalui Undang-Undang Tipikor dan tidak masuk dalam kategori tindak pidana ekonomi yang dapat diselesaikan dengan denda damai.

Kalau pun ada uang yang harus dibayarkan, maka harus melewati mekansime uang pengganti yang jumlahnya diputuskan pengadilan. 

"Kalau tipikor, penyelesaiannya berdasarkan undang-undang tipikor. Tidak ada mekanisme denda damai di sana, hanya ada pembayaran uang pengganti," ujar Harli kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Mekanisme denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi.

"Denda damai ini adalah kewenangan yang diberikan kepada Jaksa Agung berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955. Mekanisme ini diadopsi dalam Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021, tetapi terbatas untuk tindak pidana ekonomi seperti kepabeanan, cukai, dan perpajakan," tambahnya,

Harli menjelaskan bahwa penerapan mekanisme denda damai, misalnya dalam kasus kepabeanan, bertujuan untuk memberikan manfaat langsung kepada negara.

"Jika kerugiannya kecil dan denda yang dikenakan empat atau lima kali lipat dari kerugian, itu lebih menguntungkan negara daripada melanjutkan proses hukum yang memakan biaya besar. Tapi mekanisme ini pun saat ini belum diterapkan," ujarnya.

Harli juga menekankan pentingnya pemahaman bahwa mekanisme denda damai berbeda klaster dengan tipikor.

"Klaster ini harus jelas dipahami. Tipikor bukan bagian dari tindak pidana ekonomi dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955," tambahnya.

Denda damai, menurut Harli, adalah aturan yang sudah ada sejak lama dan diadopsi kembali dalam undang-undang terbaru.

Hal ini mempertegas kewenangan Jaksa Agung untuk menyelesaikan tindak pidana ekonomi tertentu dengan mekanisme tersebut.

Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.

Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.

“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).

Menurut Supratman, usulan pemberian amnesti itu sudah diajukan kepada Presiden

sebagai langkah pengampunan terhadap beberapa kategori narapidana.

“Beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara atau pelanggaran UU ITE, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman.

Sumber