Kejagung Kebut Kasus Tom Lembong: Sudah Tinggal di Puncak Penyelesaian

Kejagung Kebut Kasus Tom Lembong: Sudah Tinggal di Puncak Penyelesaian

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi impor gula Kemendag pada 2015-2016 yang menjerat Tom Lembong sebagai tersangka. Proses penyidikannya sudah dalam tahap penyelesaian.

Diketahui, ada dua tersangka dalam kasus itu, yakni mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong; dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus.

Adapun hari ini, menurut Harli, keduanya tengah diperiksa. Tom Lembong diperiksa sebagai saksi untuk Charles dan sebaliknya.

"Jadi namanya saksi mahkota," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (14/1/2024).

"Tapi yang pasti, biasanya kalau TTL (Tom Lembong) sudah diperiksa untuk tersangka ini (Charles), tersangka ini (Charles) sudah diperiksa untuk TTL, berarti kan penyidik sudah tinggal di puncak nih dalam konteks penyelesaiannya," lanjut dia.

Harli menegaskan pihaknya tak main-main dalam melakukan penyidikan terhadap perkara. Termasuk dalam kasus dugaan korupsi impor gula Kemendag.

"Saya sudah sampaikan, penyidik tidak akan main-main, siang malam fokus bagaimana menyelesaikan perkara-perkara semua, termasuk TTL. itu komitmen kita," pungkas dia.

Kasus dugaan korupsi dalam impor gula pada 2015-2016 ini baru menjerat dua tersangka. Keduanya adalah adalah Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 dan Charles Sitorus selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).

Dalam kasus ini, ada beberapa istilah yang harus dipahami, yaitu gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP). Mudahnya, GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat dikonsumsi langsung.

Berdasarkan aturan yang diteken Tom Lembong sendiri saat menjadi Mendag, hanya BUMN yang diizinkan melakukan impor GKP, itu pun harus sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian serta dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP.

Sedangkan dalam perkara ini–pada 2016 Indonesia mengalami kekurangan stok GKP–seharusnya bisa dilakukan impor GKP oleh BUMN. Namun, menurut jaksa, Tom Lembong malah memberikan izin ke perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP.

Jaksa mengatakan Tom Lembong menekan surat penugasan ke PT PPI untuk bekerja sama dengan swasta mengolah GKM impor itu menjadi GKP. Total ada sembilan perusahaan swasta yang disebutkan, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan terakhir PT KTM.

"Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), persetujuan impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung," kata Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.

Setelah perusahaan swasta itu mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal yang terjadi, menurut jaksa, GKP itu dijual langsung oleh perusahaan-perusahaan swasta itu ke masyarakat melalui distributor dengan angka Rp 3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).

"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105/kg. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara," imbuh Abdul Qohar.

Simak juga Video Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Kejagung Seolah Kami Mengkriminalkan

[Gambas Video 20detik]

Sumber