Kejagung Tunggu Pengajuan Justice Collaborator dari Zarof Ricar
JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menunggu upaya justice collaborator (JC) dari tersangka Zarof Ricar (ZR) setelah mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) tersebut mengakui bahwa uang dan emas yang disita adalah hasil pengurusan perkara di MA.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan, justice collaborator merupakan permohonan dari tersangka untuk berperan sebagai saksi dalam penegakan hukum.
"JC itu dengan permohonan, kita tunggu saja apakah yang bersangkutan (ZR) mengajukan diri sebagai JC," kata Harli kepada Kompas.com pada Rabu (6/11/2024).
Ia menegaskan, inisiatif untuk menjadi justice collaborator seharusnya datang dari tersangka, bukan dari penyidik.
"Inisiatif menjadi justice collaborator seharusnya datang dari yang bersangkutan (ZR) bukan penyidik," kata Harli.
Zarof Ricar pun telah mengakui bahwa uang dan emas yang disita dalam penyidikan merupakan hasil dari pengurusan perkara.
Harli menambahkan, sesuai dengan pasal sangkaannya mengenai permufakatan suap dan atau gratifikasi, tersangka berkewajiban membuktikan dari mana sumber uang yang begitu besar tersebut berasal.
"Dia baru mengaku dari pengurusan perkara. Yang mana? Itu yang belum terbuka karena alasan lupa, tidak ingat karena sudah lama, dan penyidik terus mendalaminya," ungkapnya.
Sebelumnya, Kejagung melakukan penggeledahan di rumah Zarof Ricar dan menemukan uang hampir Rp 1 triliun dari berbagai pecahan mata uang asing, serta emas seberat 51 kg.
Barang bukti tersebut diakui Zarof merupakan hasil pengurusan perkara di MA sejak 2012.
Saat ini, Kejagung tengah melakukan pemeriksaan secara maraton terkait dengan kasus gratifikasi atau suap yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur, yang melibatkan Zarof.
Ronald Tannur sebelumnya divonis bebas pada tingkat pertama setelah melakukan penganiayaan yang berujung pada kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Adapun Zarof Ricar berperan dalam putusan vonis bebas Ronald Tannur ini, yaitu mengenalkan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), kepada pejabat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Tujuan dari perkenalan tersebut adalah untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan kasus Ronald Tannur.
Zarof disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) juncto Pasal 15, juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 12B juncto Pasal 18 beleid yang sama.
Sementara itu, Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, juga ditetapkan sebagai tersangka dan menghadapi jeratan Pasal 5 Ayat (1) juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Di sisi lain, Lisa dan tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur pun telah dijadikan tersangka. Mereka pun kini telah ditahan di Kejagung.
Ketiga hakim tersebut, yaitu Erintuah Damanik (ED) sebagai Hakim Ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai Hakim Anggota, yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Kejagung di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (23/10/2024).
Selain ketiga hakim, Kejaksaan Agung juga menangkap Lisa di Jakarta pada hari yang sama.
Dalam perkara suap ini, Lisa Rahmat dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, para hakim yang menerima suap dikenakan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.