Kejaksaan Sikka Tangkap 1 Lagi Tersangka Korupsi RS Doreng, Donovan Mboe
SIKKA, KOMPAS.com – Kejaksaan Negeri Sikka, Nusa Tenggara Timur menangkap satu orang yang terkait kasus dugaan korupsi dalam pembangunan gedung rawat inap Rumah Sakit Doreng untuk tahun anggaran 2022.
Tersangka tersebut adalah Donovan Alfa Mboe, yang merupakan anak kandung Direktur PT. Timur Ahava Perkasa, perusahaan penyedia dalam proyek rumah sakit tersebut.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie mengungkapkan, penyidik telah memanggil terhadap Donovan sebanyak tiga kali untuk diperiksa sebagai saksi.
Namun, Donovan selalu mangkir dari panggilan tersebut, sehingga penyidik terpaksa melakukan upaya pemanggilan paksa.
Pada Selasa, 3 Desember 2024, tim penyidik bergerak dari Maumere menuju kediaman Donovan di Tangerang, Banten.
Keesokan harinya, sekitar pukul 18.00 WIB, tim tiba di rumah Donovan, di mana sempat terjadi perdebatan karena pihak keluarga menolak untuk membiarkan Donovan dibawa ke Kejaksaan Negeri Kota Kupang.
"Tetapi setelah berkomunikasi dengan pihak keluarga dan kuasa hukum, akhirnya sekitar jam 21.00 WIB tim membawa Donovan ke Bandara Soekarno Hatta, lalu diterbangkan menuju Kota Kupang," kata Okky dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/12/2024).
Setelah tiba di Kupang, pada Kamis, 5 Desember 2024, Donovan menjalani pemeriksaan selama kurang lebih lima jam.
Setelah memenuhi dua alat bukti yang cukup, penyidik Kejaksaan Negeri Sikka menetapkan Donovan sebagai tersangka.
"Selanjutnya tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Kelas IIB Kupang," sebut dia.
Kasus ini bermula ketika Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka menerima anggaran sebesar Rp 4.613.975.100 untuk pembangunan gedung rawat inap Rumah Sakit Doreng.
Anggaran tersebut bersumber dari dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Namun, dalam pelaksanaannya, dana pembangunan rumah sakit itu diduga diselewengkan.
Berdasarkan laporan audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari Inspektorat Provinsi NTT, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 783.051.077.
Rincian kerugian tersebut mencakup jaminan uang muka yang tidak dapat dicairkan sebesar Rp 568.833.777 dan jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp 214.217.300.
Jaksa kemudian menetapkan Gregorius Geovany, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk proyek tersebut, sebagai tersangka.
Dia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman pidana bagi tersangka adalah penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar.