Kejari Kabupaten Bekasi Bantah Penetapan Soleman Tersangka Suap Bermuatan Politik
BEKASI, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi membantah ada unsur politik dalam penetapan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi Soleman sebagai tersangka suap.
"Pernyataan di berbagai pemberitaan terkait penetapan tersangka SL (Soleman) memiliki nuansa politik merupakan pernyataan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Bekasi Samuel dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Samuel memastikan, penetapan Soleman sebagai tersangka sudah berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Selain itu, penyidikan kasus dugaan suap yang menyeret Soleman sudah berlangsung sejak 11 Agustus 2023, jauh sebelum tahapan Pemilu 2024 maupun Pilkada 2024 Kabupaten Bekasi dimulai.
Berdasarkan hasil penyidikan tersebut, RS yang merupakan pihak kontraktor yang diduga memberikan suap kepada Soleman telah ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Oktober 2023.
"Penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan guna pengembangan perkara tersebut sebelum memasuki rangkaian Pemilu maupun Pilkada 2024," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejari Kabupaten Bekasi menetapkan Soleman sebagai tersangka dugaan suap pengurusan proyek pada Selasa (29/10/2024).
"Jaksa Penyidik pada seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi melakukan penetapan tersangka terhadap SL (Soleman)," kata Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati kepada wartawan pada Selasa malam.
Dwi menjelaskan, kasus ini terjadi saat Soleman masih menjabat sebagai pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi periode 2019-2024.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi itu diduga menerima suap mobil Pajero dan BMW dari seorang kontraktor, RS, untuk memuluskan proses pengurusan 26 proyek yang berada di bawah kendalinya.
Adapun RS sudah lebih dulu ditahan dan tengah menunggu pelimpahan kasus ke pengadilan.
Dwi mengungkapkan, puluhan proyek tersebut dikerjakan oleh empat perusahaan berbeda, dengan nilai anggaran dari masing-masing proyek berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.
"Variasi. Kalau untuk proyek, rata-rata sekitar Rp 200 juta-Rp 300 juta," ungkap Dwi.
Atas perbuatannya, Soleman dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf a, Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf b, dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Saat ini, Soleman menjalani penahanan sementara selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIA Cikarang untuk kepentingan penyidikan.
"Jaksa penyidik selanjutnya melakukan penahanan selama 20 hari ke depan atas SL di Lapas Kelas IIA Cikarang untuk kepentingan penyidikan," tambah Dwi.
Sementara, kuasa hukum Soleman, Siswadi menuding penetapan kliennya sebagai tersangka memuat unsur politis.
"Perkara ini nuansa politiknya sangat kuat," kata Siswadi.