Kekerasan Aparat Berulang, TNI Diminta Benahi Akar Masalah
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berharap TNI lebih serius dalam menangani akar masalah jika bersinggungan dengan masyarakat.
Menurut Khairul, kasus kekerasan oleh personel TNI sering kali berakhir dengan penjelasan sama, yakni kesalahpahaman atau kelalaian dari prajurit yang terlibat.
"Namun, ini hanya mengulang pola yang membuat masyarakat justru merasa terancam. Saya merasa bahwa TNI perlu lebih serius dalam menangani akar masalah, bukan hanya menanggapi setelah insiden terjadi," kata Khairul kepada Kompas.com, Senin (11/11/2024).
Khairul menyebutkan, dalam kasus kekerasan personel TNI seperti yang terjadi di Deli Serdang, selalu ada dinamika tertentu yang mendorong prajurit hingga akhirnya terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap warga.
Ia menjelaskan, biasanya ada situasi pemicu yang menjadi titik awal ketegangan, lalu terjadi identifikasi massa, hingga kemudian para prajurit TNI merasakan peran sosial yang seolah menuntut mereka melakukan kekerasan sebagai sesuatu yang layak dan patut.
"Ketika faktor-faktor ini hadir, proses depersonalisasi kerap muncul—artinya prajurit mulai kehilangan pandangan personal terhadap target dan melihatnya sebagai ancaman kelompok," kata Khairul.
"Dalam kondisi ini, sering kali muncul peningkatan emosi, desensitisasi terhadap kekerasan, dan bahkan dehumanisasi terhadap target, yang bisa menyebabkan tindakan ‘penghakiman’ secara kolektif," imbuh dia.
Khairul mengatakan, fenomena ini mirip dengan kecenderungan masyarakat yang secara impulsif main hakim sendiri ketika mendapati seorang pelaku kriminal tertangkap basah.
Namun, menurut dia, TNI perlu memerhatikan satu hal untuk membedakan suatu tindakan prajurit yang dianggap heroik dan yang dianggap gegabah.
"Inilah yang menjadi batas atau ambang etis dalam pelaksanaan tugas seorang aparat negara," kata Khairul.
"Seharusnya, prajurit TNI yang sudah ditempa melalui pendidikan dan latihan, memiliki ketahanan mental serta integritas yang cukup untuk tidak mudah dipengaruhi oleh situasi apapun, apalagi sampai bertindak berlebihan," ujar dia.
Oleh karena itu, Khairul berpendapat bahwa proses seleksi yang ketat dalam rekrutmen prajurit TNI menjadi hal amat penting, dengan mencantumkan tes mental dan psikologi dalam proses seleksi.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa seiring waktu kondisi moral dan mental prajurit setelah pendidikan tidak selalu tetap sama.
"Lingkungan kedinasan, pergaulan, dan dinamika pengasuhan senior memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku prajurit sehari-hari. Intensitas pengawasan dan keteladanan pimpinan juga memainkan peran penting," kata Khairul.
Diberitakan sebelumnya, prajurit dari Artileri Medan (Armed) 2/105 KS diduga menyerang warga Desa Selamat pada Jumat (8/11/2024) malam.
Akibatnya, puluhan warga terluka dan satu orang meninggal dunia bernama Raden Barus.
Kepala Desa Selamat, Bahrun, menjelaskan, malam itu Raden keluar rumah karena mendapati ada keributan.
"Sewaktu keluar itu lah, diduga dia dipukuli puluhan oknum TNI. Ada beberapa luka lebam di bagian tubuhnya," kata Bahrun saat diwawancarai di lokasi, Minggu (10/11/2024).
"Korban ini meninggal dunia pas di jalan mau dibawa ke rumah sakit," sambungnya.