Kekerasan Polisi Semakin Marak, Sejumlah Aktivis HAM Desak Kapolri Dicopot

Kekerasan Polisi Semakin Marak, Sejumlah Aktivis HAM Desak Kapolri Dicopot

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya, menyusul kekerasan polisi yang semakin marak dan dianggap darurat.

Beberapa aktivis HAM itu di antaranya adalah Usman Hamid (Amnesty International Indonesia), Daniel Siagian (LBH Pos Malang), Sukinah (tokoh Pegunungan Kendeng), serta beberapa aktivis yang tergabung dalam Social Movement Institute (SMI), Yogyakarta.

"Keberulangan kekerasan polisi telah menelan banyak korban fisik maupun jiwa, namun tidak ada investigasi yang memadai sebagai bentuk akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat," kata pendiri SMI, Eko Prasetyo, melalui pernyataan bersama pada Rabu (12/12/2024).

Mengutip data Amnesty International Indonesia, terdapat total 116 kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian di berbagai wilayah di Indonesia pada kurun Januari-November 2024, 29 di antaranya merupakan pembunuhan di luar hukum dan 26 lainnya penyiksaan serta tindakan kejam.

Dalam rangkaian unjuk rasa #peringatandarurat 22-29 Agustus lalu, menurut Amnesty, total ada 579 warga sipil menjadi korban kekerasan polisi selama rangkaian unjuk rasa.

Amnesty menyatakan, kekerasan-kekerasan itu bukan ditimbulkan oleh oknum polisi yang melakukan tindakan menyimpang di lapangan, tetapi memang produk kebijakan represif Korps Bhayangkara.

"Merespon situasi ini, kami menyatakan negara dalam keadaan darurat kekerasan polisi. Berulang kali kekerasan polisi terjadi dan menelan korban secara luar biasa. Rendahnya transparansi hingga tidak ada penghukuman yang tegas untuk pelaku serta pemimpin komando dan petinggi-petinggi di kepolisian menjadi penyebab utama berulangnya kekerasan aparat ini," jelas Eko.

"Kekerasan aparat harus dilihat dalam konteks yang lebih besar, yaitu sebagai kebijakan yang diambil oleh petinggi Polri, bukan hanya merupakan kejadian terbatas yang dilakukan oleh aparat di lapangan," sambungnya.

Ia menambahkan, polisi kini menjadi institusi yang gagal menjadi pelindung, apalagi pelayan masyarakat.

Menurut dia, kegagalan itu bisa disebabkan oleh kepemimpinan hingga budaya institusi.

"Saatnya polisi mulai mengubah diri dengan melakukan perombakan kepemimpinan, termasuk di pucuk pimpinan tertinggi, yaitu Kapolri, yang mesti dilakukan secepatnya mengingat kinerja kepemimpinan selama ini menjauh dari ciri polisi negara demokrasi dan hak asasi," ungkap Eko.

Mereka juga meminta agar aparat kepolisian di semua level untuk memahami, mengerti, bahkan mampu untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, dan polisi yang terbukti melakukan kekerasan disanksi pidana dengan keras alih-alih hanya sanksi etik.

Sumber