Kekhawatiran Iwan PPSU Lansia yang Masuki Masa Pensiun, Tanpa Tabungan dan Banyak Tanggungan

Kekhawatiran Iwan PPSU Lansia yang Masuki Masa Pensiun, Tanpa Tabungan dan Banyak Tanggungan

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari-hari menjelang akhir tahun terasa berat bagi Iwan Supriadi, warga Tomang yang bekerja sebagai petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) di Kelurahan Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat.

Sebab, usianya semakin tua sehingga harus pensiun. Kini dia sudah menginjak usia 58 tahun.

Berdasarkan Kepgub 1095 tahun 2022 tentang Pengendalian Penggunaan PJLP, batas usia maksimal untuk pegawai PPSU seperti Iwan adalah 56 tahun.

“Sekarang kan saya jalan 58 tahun. Itu tadinya saya ikut K2 jadi pegawai, jadi PPPK. Karena (sekarang) saya sudah lanjut usia, mentok, enggak bisa (lanjut kerja),” ujar Iwan saat ditemui di sela kesibukannya pada Minggu (10/11/2024).

Iwan mengaku bersyukur dengan tambahan waktu kerja yang diterimanya. Tapi, rasa cemas dan bingung terus membelenggu Iwan yang akan pensiun di akhir 2024.

“Saya bingung saja ini bagaimana nanti kalau saya pensiun. Belum (ada tabungan). Ya begitulah, kita tutup lubang gali lubang. Buat bayar rumah kontrakan, buat anak sekolah, jajan,” kata dia.

Beberapa kali Iwan tertawa kecil saat menceritakan nasibnya. Meski setiap bulannya membawa pulang gaji Rp 5.000.000, Iwan mengaku tidak punya tabungan untuk masa tuanya.

“Boro-boro nabung, sekarang buat bayar (kontrakan) rumah saja Rp 1.300.000. Belum saya pakai wifi Rp 200.000,” kata dia.

Memasuki November, kepala Iwan terasa semakin berat. Sembari memegang sapu ijuk, dia terus kepikiran nasib tiga anaknya yang masih bersekolah.

Anaknya yang paling kecil masih duduk di bangku SMP. Setiap bulannya, Iwan masih harus membayar uang bulanan Rp 500.000 karena putri bungsunya ini terpaksa masuk ke sekolah swasta.

“Bingung saya juga cari kerjaan ke mana. Faktor usia saya kan kalau masih di bawah 58 tahun mungkin masih bisa kerja, 54 tahun begitu masih bisa. Ini saya 58,” ujar dia lagi.

Iwan merasa terhimpit situasi. Di masa senjanya, pihak kantor tentu memilih yang lebih muda. Kalau mau buka usaha, Iwan tidak punya modal.

“Kalau buat kerja masih kuat sih Alhamdulillah, masih siap saya, kata Iwan.

Namun, dia mengaku pesimistis bisa bekerja di perkantoran karena harus bersaing dengan anak-anak muda, apalagi yang lewat jalur orang dalam.

“(Mau kerja di kantor) ya kalau ada yang ini (ajak). Tapi, sudah susah kalau umur saya segini mah,” cerita dia.

Sebelum menjadi PPSU di tahun 2015, Iwan lebih dahulu bekerja sebagai anggota perlindungan masyarakat (linmas) di Jatipulo sejak tahun 2005.

Dia sempat bertemu dengan para gubernur DKI ketika yang bersangkutan melakukan pengecekan di sekitar Palmerah.

“Kalau Pak Ahok, Fauzi Bowo, sering (ketemu) dulu. Itu sekitar tahun 2006-2007 sering. Pak Sutiyoso sering (ketemu),” imbuh dia.

Iwan kembali tertawa ketika menceritakan pertemuannya dengan para gubernur ini. Dia mengaku kaget saat mendatangi kantor kelurahan. Pasalnya, satu atau dua gubernur yang ditemuinya terkadang tidak memakai seragam coklat mereka.

“Dari jauh saya kira siapa pakai celana pendek. Ternyata, pak gubernur, Pak Ahok,” lanjut Iwan.

Tahun ini Iwan juga sempat melihat sekilas Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono di Monas. Tapi, Iwan hanya sempat menyapa singkat Heru yang harus mengikuti acara.

Selama menjadi PPSU, Iwan mengaku beberapa kali diberi uang oleh sejumlah orang baik. Kejadian ini selalu tidak terduga dan tiba-tiba.

“Saya dua tahun lalu di (bawah) flyover (Tomang) dipanggil sama satu suami istri, dikasih amplop dua, isinya Rp 200.000. dan Rp 200.000. Jadi, Rp 400.000. Jenderal itu, pak haji, pak haji. Kadang-kadang ada yang kasih,” cerita dia lagi.

Terkadang, Iwan juga suka diberikan makan siang oleh orang-orang baik hati yang lewat di jalan tempat dia sedang menyapu. Misalnya, ketika ada momen Jumat Berkah yang digunakan sebagian orang untuk berbagi rezeki mereka.

Tapi, kotak makan yang diberikan kepadanya justru Iwan bawa pulang agar bisa dinikmati anaknya.

“Bukannya ngejek ya, (kadang ada diberi uang sama yang lewat) itu buat anak saja,” kata Iwan.

Dia mengaku tidak banyak jajan di luar rumah. Merokok secukupnya, dan dengan botol air minum ditaruh di dalam sepatu bot, Iwan menjalani hari demi sesuap nasi.

“Ya, namanya rezeki kan Tuhan yang ngatur ya,” kata Iwan.

Sumber