Keluarga Gamma Ungkap Sederet Kejanggalan Insiden Penembakan Polisi di Semarang
SEMARANG, KOMPAS.com - Keluarga Gamma Rizkinata (17), pelajar SMK Gamma yang menjadi korban penembakan oleh polisi di Semarang, menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus yang merenggut nyawa korban pada Minggu (24/11/2024) dini hari.
Juru bicara keluarga, Subambang, yang juga merupakan kakek korban, mengecam inkonsistensi keterangan polisi saat memberikan penjelasan kepada Komisi III DPR RI pada Selasa (3/12/2024).
Subambang menegaskan bahwa ada perbedaan signifikan antara lokasi perkelahian yang disebutkan polisi dan tempat terjadinya penembakan.
"Yang ingin saya sampaikan, kejanggalan antara perkelahian dengan penembakan tempatnya beda," ujar Subambang.
Sebelumnya, polisi menyatakan bahwa tawuran dimulai di sekitar Perumahan Paramount, Simongan, sementara penembakan terjadi di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan.
Menurut Subambang, jarak yang cukup jauh ini membuat polisi beralasan bahwa penembakan dilakukan untuk melerai tawuran menjadi tidak masuk akal.
Subambang juga mengungkit pernyataan Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, yang menyebut bahwa Gamma menyerang Aipda Robig Zaenudin saat dilerai dalam aksi tawuran.
Namun, rekaman CCTV yang menunjukkan insiden penembakan tidak mendukung klaim tersebut.
"Sejak awal dikatakan ada ancaman terhadap polisinya, ternyata kita lihat di video tadi tidak ada. Karena korban itu naik motor ditembak 1, 2, dan seterusnya, sehingga tidak pas kalau dikatakan itu ada perlawanan," tegas Subambang.
Keluarga juga menilai bahwa Polrestabes Semarang dengan cepat menuduh Gamma terlibat tawuran sebagai anggota gangster tanpa adanya bukti yang kuat.
"Tabes juga memojokkan korban. Seolah-olah divonis pelakunya. Siapa yang ajak? (Tanya Kapolres) Gamma (jawab saksi). Siapa yang beli senjata? Gamma. Kaya disetel lah," ungkap Subambang.
Polisi hingga saat ini belum menunjukkan bukti pembelian senjata tajam (sajam) yang disebut-sebut dibeli oleh Gamma melalui aplikasi belanja Shopee.
Keluarga tidak dapat memverifikasi informasi ini karena ponsel korban masih berada di tangan polisi.
"Kami juga nggak yakin (Gamma yang beli). Kalau HP almarhum itu sudah kami dapat, bisa dibuka siapa yang beli, lewat Shopee katanya. Sehingga kami belum bisa memastikan apakah betul korban yang beli atau tidak. Itu yang janggal," imbuhnya.
Paman korban, Agung, juga menilai bahwa dalam video CCTV tidak terlihat adanya pengendara motor yang membawa dan mengayunkan sajam seperti yang diklaim oleh polisi.
"Saya juga tidak melihat adanya sajam di video itu. Kita tidak percaya yang bersangkutan tawuran," tuturnya.
Agung menambahkan bahwa video CCTV yang ditunjukkan kepada Komisi III DPR RI memiliki kualitas gambar yang lebih gelap dibandingkan dengan video yang dimiliki keluarga, sehingga menimbulkan tanda tanya.
Keluarga juga merasa kecewa dengan klaim polisi yang menyebut Gamma sebagai anggota gangster dan mengonsumsi minuman keras sebelum tawuran.
"Yang saya sayangkan, ada pernyataan sebelum ngajak tawuran, ada ajakan beli minuman, itu kami bantah. Karena sepengetahuan saya, Gamma tidak miras dan merokok," jelas Subambang.
Lebih lanjut, keluarga mempertanyakan lambatnya polisi dalam mengabarkan insiden tragis yang menimpa Gamma.
Penembakan terjadi sekitar pukul 00.20 WIB, namun keluarga baru mendapat kabar sekitar pukul 12.15 WIB dari rekan keluarga yang bekerja di Polrestabes Semarang.
"Sekitar 12.00 WIB itu baru disampaikan (kabar Gamma meninggal). Kan jedanya sudah lama, kurang lebih 12 jam," ucap ayah kandung korban, Andi Prabowo.
Keluarga diharuskan menjemput jenazah di RSUP Kariadi tanpa mendapatkan penjelasan yang memadai dari polisi.
Setibanya di rumah sakit, keluarga mendapati Gamma sudah dibalut kain kafan.
Belakangan, pihak keluarga mengetahui bahwa proyektil masih bersarang di tubuh Gamma setelah dilakukan ekshumasi.
"Kita melihat jenazahnya kan dari rumah sakit sudah dikafani, jadi cuma wajah saja. Memang keluarga tidak diberitahu bahwa masih ada proyektil di tubuhnya," tandas Subambang.