Kemenperin Beberkan Dampak Peredaran Rokok Ilegal
Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian beberkan dampak peredaran rokok ilegal terhadap industri hasil tembakau (IHT) dan penerimaan negara.
Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria menjelaskan maraknya peredaran rokok ilegal berisiko menggerus kinerja IHT baik dari pendapatan perusahaan, serapan tenaga kerja sampai dengan serapan bahan baku.
“Rokok ilegal telah berdampak pada turunnya produksi IHT legal, hal tersebut terlihat dari utilisasi IHT yang menurun 16,08%sampai dengan Juli 2024," kata Merrijantij dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Dia menambahkan produksi IHT juga turun pada 2022 sebesar 323 miliar batang, sedangkan 2023 sebesar 318 miliar batang atau turun sekitar 1,5%.
Dia menuturkan peredaran rokok ilegal juga berdampak terhadap penerimaan negara dari cukai produk tembakau yang berisiko ikut tergerus.
Menurutnya, pendapatan negara dari cukai hasil tembakau harus terus dijaga. Pada 2023, jumlah pendapatan yang diterima mencapai Rp213 triliun atau masih di bawah target pemerintah berdasarkan APBN 2023 yang senilai Rp227,21 triliun.
Namun, lanjutnya, pemerintah merevisi target tersebut pada 2023 menjadi Rp218,7 triliun seiring dengan penurunan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).
Dia berpendapat IHT yang merupakan sektor padat karya dengan melibatkan pekerja yang menjadikannya sebagai sumber penghasilan utama. Gangguan pada sektor tersebut bisa mempengaruhi daya beli masyarakat.
Merrijantij juga menyoroti soal peredaran rokok ilegal yang bisa dipicu dengan adanya rencana penerapan kemasan polos tanpa identitas merek.
“Penyeragaman kemasan rokok akan memberikan peluang kepada rokok ilegal lebih leluasa beredar karena kemasan akan tampak sama, sehingga akan lebih susah membedakan rokok ilegal dengan rokok legal," katanya.
Adapun, rencana penerapan kemasan rokok polos diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 28/2024,
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini masih melakukan koordinasi internal terkait penyusunan aturan turunan PP Kesehatan.
“Semua masukan dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pengusaha, industri, hingga petani, kami pertimbangkan dalam menyusun aturan ini,” katanya.