KemenPPPA Ungkap Anak Korban Kekerasan Meningkat di 2024

KemenPPPA Ungkap Anak Korban Kekerasan Meningkat di 2024

Komisi VIII DPR RI menggelar sidang bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Rapat itu membahas rencana kerja hingga program prioritas KemenPPPA.

Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi, mengatakan frekuensi kekerasan terhadap anak (KtA) di tahun 2024 meningkat. Angka ini merupakan perbandingan dari data tahun 2021.

"Anak usia 13-17 tahun yang mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya meningkat," ungkap Arifatul di ruang sidang Komisi VIII DPR, Jakarta Pusat, pada Selasa (29/10/2024).

Pada tahun 2024, sejumlah 51,7 persen anak perempuan dan 49,8 persen anak laki-laki mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya. Sementara pada tahun 2021, ada sebanyak 46 persen anak perempuan dan 37,4 persen anak laki-laki yang mengalami kekerasan.

Arifatul pun menerangkan soal isu perkawinan anak saat ini. Masih banyak praktek perkawinan anak yang tidak tercatat. Sehingga perlu perlindungan lebih baik terhadap hak-hak anak.

"Meskipun menurun, masih dihadapkan pada permintaan dispensasi kawin yang tinggi, menunjukkan perlunya perlindungan lebih baik terhadap hak-hak anak. Selain itu, praktek perkawinan anak banyak yang tidak tercatat. Perkawinan secara adat atau agama," ujarnya.

Sementara itu, Arifatul juga mengungkap kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mencapai penurunan. Hal itu memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

"Berdasarkan hasil Survey Pengalaman Hidup Perepuan Nasional (SPHEN)2021 dan 2024, menunjukkan bahwa Indonesia berhasil mencapai penurunan kekerasan terhadap perempuan, yang menpakan target RPJMN 2020-2024," kata dia.

Berikut 15 hal fokus prioritas untuk KemenPPPA ke depan. Berikut rinciannya

  1. Penguatan regulasi dan peraturan teknis dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;2. Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),3. Penguatan norma positif dan perubahan perilaku dalam mencegah terjadinya kekerasan dan perilaku salah pada anak;4. Penyedian layanan pengaduan SAPA 129 bagi perempuan dan anak korban kekerasan/TPPO yang terintegrasi antara pusat dan daerah untuk mempermudah masyarakat melakukan pengaduan dan meningkatkan response rate oleh petugas;5. Penyedian layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan/TPPO serta layanan perlindungan sementara;6. Pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sebagai instrumen manajemen penanganan kasus dan menghasilkan satu data pelaporan kasus kererasan terhadap perempuan dan anak secara nasional;7. Penguatan tata kelola layanan perempuan dan anak korban kekerasan;8. Percepatan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di kementerian/lembaga, daerah, dan desa;9. Perluasan akses, peran, dan keterlibatan perempuan dalam ekonomi dan ketenagakerjaan termasuk perempuan miskin, perempuan kepala keluarga, perempuan dengan disabilias, penyintas kekerasan dan bencana;10. Peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif melalui optimalisasi pendidikan politik dan kaderisasi di tingkat nasional dan provinsi/kabupaten/kota;11. Optimalisasi pengasuhan berbasis hak anak dan pengustan kapasitas perindurgan anak pada lingkungan keluarga dan lembaga pengasuhan alternatif;12. Peningkatan koordinasi dan sinergi pemenuhan hak anak termasuk anak dalam kondisi khusus seperti anak disabilitas, anak yang berhadapan dengan hukum, situasi darurat anak pekerja migran, serta anak-anak di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar);13. Peningkatan partisipasi anak yang bermakna dalam pembangunan;14. Penciptaan lingkungan yang ramah anak, antara lain melalul pembina dan evalua kabuuten dan Kota Layak Anak (KLA);15. Peningkatan replikasi Desa Ramah Perempuan den Peduli Anak (DAPPA) secara mandiri16. Pengawasan pelaksanaan/penyelenggaraan perlindurgan anak di K/L dan daerah.

Sumber