Kenaikan Tarif CHT Bukan Solusi Tekan Jumlah Perokok RI
Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menyebut kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tidak efektif untuk menekan jumlah perokok di Indonesia.
Walaupun cukai rokok mengalami kenaikan yang tinggi, para perokok tidak berhenti merokok, tetapi justru beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah hingga produk rokok ilegal.
Ekonom Universitas Brawijaya, Candra Fajri Ananda mengatakan kenaikan tarif cukai rokok yang terlalu tinggi justru menjadi salah satu pemicu pertumbuhan peredaran rokok ilegal. Menurutnya, ada hubungan signifikan antara harga dan permintaan rokok.
"Konsumen rokok golongan I, yang lebih sensitif terhadap harga, beralih ke rokok golongan II dan III yang lebih murah saat tarif cukai dinaikkan, tanpa mengurangi total jumlah rokok yang dikonsumsi," kata Candra dalam keterangannya, Senin (4/11/2024).
Dia menambahkan ketika harga rokok golongan I naik akibat kenaikan cukai, banyak konsumen yang memilih rokok dari golongan yang lebih murah hingga produk ilegal. Hal ini tidak mengurangi konsumsi, tetapi justru mendorong pergeseran preferensi konsumen.
Selain itu, kebijakan cukai yang terus naik dalam beberapa tahun terakhir, terutama yang terhitung double digit, juga disebut telah mencapai titik optimum, karena kenaikan lebih lanjut tidak lagi efektif menurunkan konsumsi.
Situasi ini juga tecermin dari tingginya angka peredaran rokok ilegal, yang kini pengawasan dan penindakannya tengah digencarkan oleh pemerintah.
Pada 2022, Bea Cukai mengamankan 12,43 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian negara sebesar Rp9,42 miliar. Angka ini meningkat pada 2023 menjadi 13,09 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian mencapai Rp12,71 miliar.
Sementara, hingga September 2024, terdapat 13,69 juta batang rokok ilegal yang telah diamankan oleh Bea Cukai
Hal senada juga disampaikan akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Novat Pugo Sambodo yang menilai keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT serta melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE) pada 2025 merupakan langkah yang tepat dalam merespons tren downtrading yang makin marak.
Dia menuturkan pentingnya regulasi yang dapat memberikan kepastian bagi industri tembakau dalam jangka panjang. “Dengan adanya kepastian ini, industri hasil tembakau diharapkan bisa melakukan perencanaan jangka panjang, berinvestasi, serta menjaga daya saing,” tutupnya.