Kenapa 34 Polisi Memeras Penonton DWP?

Kenapa 34 Polisi Memeras Penonton DWP?

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 18 anggota kepolisian diselidiki oleh Divisi Propam Polri atas dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara Malaysia saat konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

Kejadian ini berlangsung di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, selama tiga hari yakni pada 13-15 Desember 2024.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, total uang hasil pemerasan yang diamankan mencapai Rp 2,5 miliar.

Selain itu, ternyata total ada 34 polisi di bawah Polda Metro Jaya yang juga terlibat dalam kasus pemerasan kepada penonton DWP. Kini, mereka telah dimutasi.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto menerbitkan surat telegram bernomor ST/429/XII/KEP/2024 yang memerintahkan mutasi 34 anggota kepolisian ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Langkah ini dilakukan sebagai dampak dari dugaan keterlibatan mereka dalam kasus pemerasan tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa mutasi ini dilakukan untuk mempermudah proses pemeriksaan.

“Dalam rangka pemeriksaan (kasus pemerasan penonton DWP),” ungkap Ade Ary pada Kamis (26/12/2024).

Selain itu, polri telah membeberkan sejumlah nama-nama 34 polisi yang terlibat dalam kasus pemerasan penonton DWP itu. Berikut daftarnya

Sementara itu, Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim berujar, masih mendalami motif di balik tindakan pemerasan yang dilakukan para polisi tersebut.

Ia menekankan bahwa penyelidikan ini memerlukan waktu karena para pelaku berasal dari berbagai kesatuan kerja yang berbeda.

Untuk diketahui, 34 anggota polisi itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat.

"Kalau terkait dengan motif, masih kita dalami ya, artinya ini cukup harus kita gali ya," ujar Abdul di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Abdul juga menjelaskan bahwa Propam Polri saat ini fokus menyelesaikan persoalan etik sebelum memutuskan apakah kasus ini akan dilanjutkan ke ranah pidana.

Ia memastikan sidang etik terhadap para pelaku akan segera dilakukan untuk menentukan langkah selanjutnya.

"Terus terkait proses pidana, sementara ini kita fokus ke etik dulu. Karena kan kita akan melakukan percepatan dalam rangka sidang etik ini," ujar Abdul.

Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai, kebijakan mutasi yang dilakukan Kapolda Metro Jaya merupakan langkah awal yang baik.

Namun, ia menegaskan bahwa mutasi tidak boleh menjadi akhir dari penanganan kasus ini.

“Kalau konsisten ingin membangun kepolisian yang bersih, sanksi maksimal harus dilakukan selain proses pidana bagi yang terlibat pemerasan,” ujar Bambang.

Ia menekankan, sanksi tegas melalui sidang kode etik, seperti pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), perlu dilakukan agar memberikan efek jera kepada pelaku.

Bambang menyoroti pentingnya akuntabilitas pimpinan dalam kasus tersebut. Ia mengkritisi tidak adanya sanksi terhadap Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Donald Parlaungan, meskipun ia memiliki tanggung jawab atas anak buahnya.

“Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2022 mengatur bahwa pimpinan dua tingkat ke atas juga harus diberi sanksi jika lalai dalam melakukan pengawasan,” tegas Bambang.

Sumber