Kenapa Jaksa Agung Sebut Tidak Ada Persaingan antara Kejaksaan Agung dan KPK?
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada rivalitas antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan ini disampaikan untuk menepis anggapan publik yang kerap melihat kedua institusi tersebut seolah bersaing dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
"Di antara kami ini tidak ada apa-apa, yang kadang-kadang disudut-sudutkan bahwa kami bersaing," ujar Burhanuddin saat berbicara di Kantor Kejagung, Rabu (8/1/2025).
Menurut dia, hubungan antara Kejagung dan KPK justru didasarkan pada sinergi untuk tujuan bersama, yaitu memberantas korupsi demi kepentingan bangsa.
"Kami sama-sama. Kami mencintai bangsa ini dan sama-sama ingin memberantas tindak pidana korupsi," kata Burhanuddin menegaskan.
Sementara itu, diketahui bahwa Ketua KPK Setyo Budiyanto bertemu dengan Jaksa Agung di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, pada Rabu pagi ini.
Melalui pertemuan tersebut, dugaan adanya persaingan antara dua penegak hukum tersebut terbantahkan.
Apalagi, Setyo mengungkapkan bahwa mereka membahas berbagai bentuk kolaborasi untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Beberapa topik yang dibahas mencakup pelatihan, pendidikan, dan upaya pemulihan aset.
“Kami membahas pelatihan, pendidikan, dan kerja sama dalam peningkatan hubungan internasional yang selama ini telah dijalankan oleh KPK," kata Setyo di Kejagung, Jakarta Selatan.
Dia juga menyoroti pentingnya kerja sama dalam pemulihan aset, mengingat Kejagung kini memiliki badan baru yang khusus menangani hal ini.
"Selain itu, kami juga fokus pada pemulihan aset,” ujar Setyo.
Menurut dia, kerja sama tersebut diharapkan dapat memperkuat strategi pemberantasan korupsi yang tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan.
"Sehingga tercapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakat, yang diharapkan oleh pemerintah dan semua pihak," kata Setyo.
Lebih lanjut, Setyo mengungkapkan, salah satu isu baru yang menjadi sorotan adalah cryptocurrency atau aset kripto.
Setyo menekankan bahwa topik ini memerlukan perhatian khusus karena merupakan fenomena baru dalam dunia penegakan hukum.
"Kami juga akan menyikapi permasalahan-permasalahan yang sekarang itu mungkin menjadi sebuah tren yang baru,” ujar Setyo.
"Contoh misalkan saya sampaikan terkait masalah cryptocurrency,” katanya melanjutkan.
Masalah aset kripto, menurut Setyo, membutuhkan pendekatan yang lebih spesifik dan teknis.
"Ini hal yang baru, OJK juga sudah menentukan harus seperti apa, ini juga harus menjadi pemahaman aparat penegak hukum untuk bisa memahami mengerti dan aturannya seperti apa,” ujarnya.
Setyo mengatakan, pembahasan lebih rinci mengenai aset kripto akan dilakukan dalam pertemuan berikutnya, meliputi aspek penyidikan, pencegahan, dan penindakan.
Burhanuddin dan Setyo sepakat bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan secara sinergis, dengan masing-masing institusi memegang tanggung jawab yang sama.
"Ini menjadi tanggung jawab bersama. Meskipun pemimpinnya adalah di KPK, tetapi semuanya punya tanggung jawab," ujar Setyo.
Pertemuan ini juga merupakan upaya nyata untuk menjawab arahan Presiden RI yang menempatkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas nasional.
Melalui kolaborasi yang erat, diharapkan indeks persepsi korupsi Indonesia dapat ditingkatkan dalam waktu mendatang.
Untuk diketahui, KPK memiliki fungsi supervisi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya terkait upaya pemberantasan korupsi yang termaktub dalam Pasal 6 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019.
Tepatnya, pada Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi, "koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik”.
Kemudian, Pasal 6 ayat (4) yang berbunyi, "supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi”.