Ketiadaan Zebra Cross Jadi Ancaman bagi Pejalan Kaki di Tangerang Selatan

Ketiadaan Zebra Cross Jadi Ancaman bagi Pejalan Kaki di Tangerang Selatan

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Ketiadaan zebra cross di lokasi-lokasi strategis masih menjadi masalah serius di sebagian wilayah.

Fasilitas ini sangat penting bagi pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan, terutama di kota-kota besar yang padat kendaraan.

Tanpa adanya zebra cross, banyak pejalan kaki harus mengandalkan keberaniannya untuk melintasi jalan raya, yang meningkatkan risiko kecelakaan.

Salah satu insiden terbaru yang terjadi di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, melibatkan korban berinisial AS (54) yang tewas seketika setelah motornya menabrak motor lain.

Menurut saksi, Dilla (21), AS kehilangan kendali saat menghindari pejalan kaki yang sedang menyeberang.

"Jadi posisinya (AS) sudah telentang kepalanya tuh, sudah menghadap kiri, terus juga sudah berdarah sebelah dahi, yang di bagian sini (kepala) tuh sudah ada pembocoran gitu," kata Dilla.

Pihak kepolisian melakukan evakuasi dan membawa jenazah AS ke Rumah Sakit Fatmawati, sementara korban lainnya, RP (39) dan JN (14), dilarikan ke RS Sari Asih Ciputat dengan luka-luka.

Kecelakaan yang terjadi menggarisbawahi kebutuhan masyarakat akan zebra cross. Warga, seperti Dilla, berharap pemerintah kota Tangerang Selatan segera bertindak untuk mengkaji lokasi-lokasi jalan yang rawan kecelakaan.

Dilla mengungkapkan, "Sebenarnya sempat terjadi juga kecelakaan. Itu kejadian malam, korbannya sampai keseret (kendaraan)."

Dilla menegaskan bahwa daerah tersebut bukanlah daerah yang sepi, mengingat keberadaan halte busway PPD Ciputat yang menjadi tempat pemberhentian bagi Transjakarta.

"Di sini banyak sekali orang yang nyebrang. Terus juga kita enggak ada fasilitas buat nyebrang, kayak lampu merah untuk menyebrang juga enggak ada," tambahnya.

Oleh sebab itu, ia mendesak pengadaan lampu merah dan zebra cross untuk memudahkan warga yang ingin menyeberang.

Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengingatkan bahwa pembuatan zebra cross tidak bisa dilakukan sembarangan dan perlu kajian mendalam.

Ia menyatakan bahwa tidak semua lokasi, seperti Jalan RE Martadinata yang sedikit berbelok, cocok untuk dibangun zebra cross.

"Zebra cross itu biasanya dekat persimpangan. Persimpangan itu dalam arti bisa persimpangan jalan, perempatan jalan, pertigaan jalan," jelas Nirwono.

Ia juga berpendapat bahwa jembatan penyebrangan orang (JPO) bisa menjadi alternatif yang lebih aman, terutama di daerah yang memiliki halte untuk Transjakarta.

Meskipun begitu, pembangunan JPO juga memerlukan kajian yang tepat.

Selain infrastruktur, Nirwono menekankan pentingnya edukasi lalu lintas bagi para pejalan kaki.

"Para pejalan kaki juga harus mulai diedukasi untuk mematuhi aturan lintas. Bukan berarti kemudian pejalan kaki itu menjadi raja jalanan," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pengguna jalan kaki memiliki tanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan lalu lintas, setara dengan pengguna motor dan mobil.

 

"Pengguna jalan kaki juga ikut atau turut bertanggung jawab terhadap keamanan, keselamatan lalu lintas," tegasnya.

Dengan upaya kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan kecelakaan lalu lintas akibat ketiadaan zebra cross dapat diminimalisir dan keselamatan pejalan kaki dapat terjamin.

Sumber