Ketidakpastian Ekonomi dan Politik, Bank Sentral Jepang Tahan Suku Bunga Acuan
Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), mempertahankan suku bunga acuan setelah meningkatnya ketidakpastian mengenai prospek perekonomian dan stabilitas pemerintah setelah hasil pemilu terburuk koalisi yang berkuasa sejak tahun 2009.
Mengutip Bloomberg pada Kamis (31/10/2024), Gubernu BOJ, Kazuo Ueda, dan anggota dewan lainnya mempertahankan tingkat suku bunga tanpa jaminan di sekitar 0,25%, menurut pernyataannya pada hari Kamis. Hasil tersebut sesuai dengan ekspektasi oleh 52 dari 53 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg.
Hasil pemilu yang paling lemah dalam 15 tahun terakhir bagi Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa melemahkan kekuatan mereka untuk melakukan langkah-langkah ekonomi dan dengan gesit berkoordinasi dengan BOJ.
Pemilihan presiden AS juga akan berlangsung pada minggu depan, membuat investor waspada terhadap potensi volatilitas di pasar.
Bank sentral mengatakan pihaknya perlu memperhatikan jalannya perekonomian luar negeri dan perekonomian AS pada khususnya.
Meskipun BOJ menegaskan kembali niatnya untuk menaikkan suku bunga ketika perkiraan inflasi tercapai, BOJ juga menyebutkan tingginya tingkat ketidakpastian di masa depan. BOJ terus mengatakan bahwa mereka memperkirakan tren harga yang mendasarinya akan konsisten dengan target stabilitas 2% pada paruh kedua periode proyeksi tiga tahun yang berakhir pada Maret 2027.
Bank sentral mengurangi pernyataannya mengenai risiko perkiraan inflasi untuk tahun yang berakhir Maret 2025. Namun, mereka tetap berpandangan terdapat risiko upside pada proyeksi harga untuk tahun berikutnya.
Hal ini merupakan indikasi bahwa meskipun terdapat banyak ketidakpastian saat ini, bank sentral melihat tren jangka panjang berada pada jalurnya dan kemungkinan akan menguat, sebuah pandangan yang mendukung kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut di masa depan.
Kepala Ekonom di Daiwa Securities, Toru Suehiro, menyebut, secara keseluruhan BOJ mengatakan bahwa mereka berada di jalur yang tepat untuk melanjutkan normalisasi.
“Saya pribadi tidak berpikir bahwa ketidakstabilan akan menghalangi BOJ untuk menaikkan suku bunga. Jika yen terus melemah, BOJ mungkin juga akan menaikkan suku bunga pada bulan Desember, dan laporan prospek hari ini tidak mengesampingkan kemungkinan tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Ekonom dari Bloomberg Economics, Taro Kimura menambahkan, BOJ tidak bisa menunggu terlalu lama untuk mengurangi stimulus lebih lanjut. Dengan meningkatnya upah dan harga, dan yen menghadapi tekanan penurunan baru, risiko inflasi yang melampaui target 2% dapat meningkat.
Adapun, kurs mata uang Yen terpantau melemah setelah pengumuman kebijakan sebelum kemudian menguat terhadap dolar AS. Kurs Yen terpantau pada kisaran 153,08 terhadap dolar AS.
Mata uang ini dipandang sebagai faktor pendorong penentuan waktu pengambilan kebijakan BOJ selanjutnya, karena pelemahan lebih lanjut dapat meningkatkan tekanan inflasi ketika rumah tangga sudah berjuang menghadapi kenaikan biaya hidup.
Jika yen mencapai level 155 terhadap dolar, Perdana Menteri Shigeru Ishiba kemungkinan akan memberi sinyal penerimaan kenaikan suku bunga, menurut estimasi median para ekonom dalam survei Bloomberg. Meskipun hasil pemilu AS kemungkinan akan menimbulkan dampak di pasar, perkiraan penurunan suku bunga Federal Reserve minggu depan mungkin akan membantu yen.
Koalisi Ishiba kehilangan mayoritas di majelis rendah pada hari Minggu, mendorong perdana menteri untuk mencari kerja sama dari anggota partai oposisi untuk terus berkuasa. Lebih jauh lagi, Ishiba mungkin juga memerlukan dukungan dari pihak lain untuk meloloskan undang-undang, termasuk pendanaan baru untuk paket ekonomi, anggaran nasional, dan reformasi pajak.
Salah satu pemain kunci Ishiba adalah Yuichiro Tamaki, ketua Partai Demokrat untuk Rakyat atau DPP. Tamaki mengatakan seharusnya tidak ada perubahan kebijakan moneter yang tiba-tiba saat ini dan suku bunga BOJ dapat disesuaikan jika ada ekspektasi pertumbuhan upah mendekati 4% tahun depan, jauh di atas inflasi sekitar 2%.
Adapun, fokus pasar kini beralih ke konferensi pers Ueda, yang dijadwalkan dimulai pada pukul 15 30 waktu setempat.
Sebanyak 87% pengamat BOJ memperkirakan kenaikan suku bunga berikutnya akan terjadi pada awal tahun depan. Pasar akan mencermati setiap kata-kata Ueda untuk mencari petunjuk apakah dia ingin menaikkan suku bunga pada bulan Desember atau Januari.
Mereka juga akan menantikan komentar apa pun mengenai pandangan Ueda mengenai dampak ketidakstabilan politik Jepang, prospek perekonomian AS dan China, dan bagaimana ketidakpastian di luar negeri juga dapat berdampak pada jalur kebijakan bank sentral.