Ketika Kubu RK-Suswono Keberatan atas Kinerja KPU Jakarta: Layangkan Mosi Tidak Percaya dan Laporkan ke DKPP

Ketika Kubu RK-Suswono Keberatan atas Kinerja KPU Jakarta: Layangkan Mosi Tidak Percaya dan Laporkan ke DKPP

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 telah rampung dilaksanakan pada Rabu (27/11/2024) lalu.

Namun, kubu pasangan calon gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), merasa tak puas dengan pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024.

Mereka menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jakarta (KPUD) selaku penyelenggara Pilkada Jakarta 2024 tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Kondisi ini mendorong kubu RIDO untuk mengambil beberapa langkah "perlawanan" terhadap KPU Jakarta.

Massa relawan dan organisasi masyarakat (ormas) pendukung RIDO melayangkan mosi tidak percaya kepada KPU Jakarta atas pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024 yang mereka nilai bermasalah.

“Betul (kami mengatakan mosi tidak percaya). Bagaimana kita bisa percaya ketika KPU-nya tidak punya, tidak ada yang namanya etikanya tidak dipakai,” ujar anggota Tim Pemenangan RIDO sekaligus koordinator aksi, Ramdan Alamsyah saat ditemui di depan kantor KPU Jakarta, Senen, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

Ramdan mengatakan, salah satu faktor penentu yang membuat pihaknya meyakini Pilkada Jakarta 2024 bermasalah adalah rendahnya partisipasi warga Jakarta dalam pesta demokrasi kali ini, yakni hanya 53,05 persen.

Relawan RIDO menilai kinerja KPU Jakarta patut dipertanyakan atas rendahnya tingkat partisipasi pemilih di Jakarta.

“Pencoblos itu rendah, partisipasi masyarakat itu rendah, kenapa? Etika moral. Mungkin bagiannya adalah tidak lagi percaya masyarakat kepada KPU,” tutur Ramdan.

Ramdan menegaskan, mosi tidak percaya ini harus diselesaikan dengan putaran kedua Pilkada Jakarta 2024.

“Logikanya begini, yang partisipasinya 70 persen saja waktu tahun 2017 (itu berlangsung) dua putaran. Nah, bagaimana yang partisipasinya rendah itu (dilaksanakan) satu putaran,” kata Ramdan.

Menurut tim pemenangan RIDO, apabila Pilkada Jakarta 2024 dipaksa selesai dalam satu putaran, ini merupakan sebuah anomali yang mereka nilai telah diatur oleh Ketua KPU Jakarta, Wahyu Dinata, dan jajarannya.

“Anomali apa lagi mau dipertontonkan, wahai Wahyu Dinata dan kawan-kawan,” ujar Ramdan.

Lebih lanjut, tim relawan RIDO meyakini ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh Wahyu Dinata dan para pembantunya dalam pelaksanaan Pilkada Jakarta 2024.

“Pelanggaran etik yang dilakukan oleh Wahyu Dinata dan kawan-kawan di KPU. Mereka berpikir ingin memenangkan salah satu pihak. Dan dengan mudahnya, itu adalah keinginan daripada 03 (Pramono Anung-Rano Karno). Akan tetapi, proses demokrasi yang tidak beres, menyebabkan legitimasi pemilu yang putaran pertama ini, banyak dipertanyakan,” tutur Ramdan.

Sekretaris Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono, Basri Baco, mengatakan, pihaknya akan melaporkan KPU Jakarta ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) karena diduga tidak profesional saat menyelenggarakan Pilkada Jakarta 2024.

“Hari ini (Senin, 2 Desember 2024), Insya Allah, atau paling lambat besok, kami akan melaporkan (KPUD) ke DKPP mengenai tidak profesionalitasnya KPUD dalam menjalankan tupoksinya dalam pilkada kemarin,” ujar Basri Baco saat konferensi pers di Kantor DPD Golkar, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.

Baco menilai, KPU Jakarta beserta seluruh jajarannya tidak becus dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pilkada.

Penilaian tersebut didasarkan pada banyaknya formulir C6 yang tidak sampai ke tangan warga yang berhak memilih.

“Hak untuk bisa memilih calon gubernurnya, hak (warga) ini dihilangkan oleh para penyelenggara pemilu atau pilkada ini, karena ketidakbecusannya terkait penyebaran formulir C6,” ujar Baco.

Sekretaris DPD Golkar ini mengaku sudah mengantongi pengakuan dari Ketua KPU Jakarta Timur terkait ketidakbecusan yang dimaksud.

“Hal ini sudah diakui langsung oleh ketua KPU Jakarta Timur, bahkan sudah saling menyalahkan antara vendor dan KPPS, ada yang menyalahkan vendor yang menyiapkan formulirnya, ada yang menyalahkan KPPS-nya yang tidak becus dan tidak maksimal karena kualitasnya rendah,” jelas Baco.

Lebih lanjut, tim pemenangan RIDO menduga adanya unsur kesengajaan dari tidak diantarnya formulir C6 ke sejumlah daerah yang mereka nilai sebagai lumbung suara Ridwan Kamil-Suswono.

“Ini bisa jadi ada unsur kesengajaan, sengaja ditahan, sengaja tidak dibagikan, mungkin di basis-basis 01 (Ridwan Kamil-Suswono) sehingga para pendukung-pendukung 01 ini tidak bisa berangkat mencoblos di TPS masing-masing,” kata Baco.

Selain itu, tim pemenangan RIDO juga mengungkapkan temuan terkait beberapa orang yang tetap menerima formulir C6 padahal sudah meninggal dunia.

Baco menilai, ketidakakuratan data dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dimiliki KPU Jakarta menjadi salah satu alasan utama pihaknya mengajukan laporan ke DKPP.

“DPT itu juga ternyata tidak akurat, karena masih ada orang-orang yang sudah meninggal 1-2 tahun yang lalu namanya masih ada dalam daftar pemilih tetap tersebut,” kata Baco.

“Kalau ini terjadi benar-benar masif, sengaja dikondisikan, C6 itu sengaja ditahan-tahan, tidak diberikan, terus para penyelenggara pilkada tidak netral, kemudian data orang-orang yang sudah meninggal sengaja dimasukkan, maka pilkada ini bisa kita nyatakan pilkada yang cacat hukum, karena banyak hak-hak masyarakat yang dirugikan dari situ,” imbuh Baco.

Ketua KPU Provinsi Jakarta, Wahyu Dinata, mengaku siap jika ada yang melaporkan pihaknya ke DKPP maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait Pilkada Jakarta 2024.

“Ya, KPU kan akan terima apa saja. Mau dilaporkan ke DKPP, kami siap juga,” ujar Wahyu saat ditemui di Petojo, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024).

Wahyu mengatakan, pihaknya tak menyoal jika ada yang merasa tidak puas dengan kinerja KPU Jakarta.

Namun, dia meyakini, jajaran KPU Jakarta telah bekerja maksimal sesuai peraturan dalam menyelenggarakan Pilkada Jakarta 2024.

“Tentu saja dilaporkan ke mana pun juga kami siap. Yang penting kami yakin bahwa kami sudah menjalankan sesuai dengan peraturan yang ada,” imbuh dia.

Wahyu juga menjawab tudingan timses Ridwan Kamil-Suswono ihwal sejumlah warga yang mengaku tidak menerima undangan pencoblosan.

“Jadi, itu bukan undangan ya, C pemberitahuan. Jadi, saya minta teman-teman nanti pastikan lagi kutipannya itu ada C pemberitahuan, bukan C undangan atau surat undangan ya,” jelas dia.

(Penulis Shela Octavia | Editor Fitria Chusna Farisa)

Sumber