Ketika Psikolog Juga Tak Temukan Hal Janggal pada Sikap Pembunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus...

Ketika Psikolog Juga Tak Temukan Hal Janggal pada Sikap Pembunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus...

JAKARTA, KOMPAS.com – Novita Tandry, psikolog yang sempat mendampingi MAS (14), pelaku pembunuhan ayah dan neneknya di Lebak Bulus, menyatakan bahwa dia tidak menemukan kejanggalan dalam sikap MAS selama sesi percakapan singkat mereka.

"Kalau saya melihat, secara fisik dia cukup baik, secara psikologis juga cukup baik. Bicara manner, sopan santun, etikanya ada. Dia menjawab pertanyaan nyambung, logikanya jalan," ujar Novita saat dihubungi, Senin (9/12/2024).

Meski demikian, Novita belum dapat menarik kesimpulan pasti mengenai motif di balik tindakan MAS. Ia menegaskan bahwa pemahaman mendalam terhadap kasus ini memerlukan kajian komprehensif, mengingat banyaknya faktor yang mungkin terlibat.

"Kalau bicara perricide, tindakan pembunuhan anak pada salah satu atau kedua orangtuanya, faktornya kan banyak, kombinasi penyebabnya juga banyak," jelasnya.

Novita mengungkapkan, MAS dikenal cerdas di bidang akademik. Sejak SD hingga SMP, ia konsisten berada di peringkat 10 besar. Namun, nilai akademiknya mulai menurun setelah masuk SMA, yang bukan merupakan sekolah impiannya.

"Yang selama ini sampai SMP selalu masuk 10 besar, tetapi dia tidak diterima di sekolah yang dia mau. Jadi ini mungkin salah satu faktor tekanan," katanya.

Novita juga menemukan bahwa MAS memiliki minat di bidang seni, seperti menggambar animasi dan karikatur, yang menunjukkan kecerdasannya.

MAS diketahui memiliki riwayat gangguan tidur dan pernah empat kali berkonsultasi ke psikiater bersama orangtuanya.

Novita menduga gangguan tidur berkontribusi pada munculnya halusinasi auditori, seperti bisikan yang didengar MAS sebelum melakukan pembunuhan.

"Halusinasi auditori atau visual itu bisa terjadi pada saat kita kurang tidur. Dia di sekolah juga suka ketiduran di kelas," ungkap Novita.

Saat insiden pembunuhan terjadi, MAS diduga sedang mengalami kesulitan tidur. Menurut Novita, tekanan dari berbagai aspek yang dialami MAS dapat memengaruhi kemampuan berpikir jernih.

"Pressure seseorang yang terus datang secara bersamaan bisa membuat orang tidak bisa berpikir jernih. Kewarasannya hilang saat itu," tambahnya.

Novita menekankan pentingnya menunggu hasil penyelidikan resmi, termasuk dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), untuk memahami motif tindakan MAS secara menyeluruh.

"Kalau menurut saya, pressure dari akademik yang sedang turun, gangguan tidur, dan kurangnya aktivitas fisik saling berkorelasi erat dengan kondisi kesehatan mental," tutup Novita.

Sumber