Ketua Baleg Sebut RUU Pembatasan Uang Kartal Masih Berpeluang Masuk Prolegnas
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Uang Kartal masih memiliki peluang untuk dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang sedang disusun.
Bob Hasan menjelaskan, RUU tersebut saat ini belum tercatat dalam daftar Prolegnas. Meski demikian, Baleg akan tetap mendengarkan masukan dari berbagai pihak selama proses penyusunan berlangsung.
"Saya di dalam susunan Prolegnas belum lihat itu. Kan gini loh, kita memprogramkan sampai 28 November 2024 penyusunan Prolegnas ini," ujar Bob Hasan di Gedung DPR RI, Rabu (30/10/2024).
“Jadi mudah-mudahan saya sendiri yang pegang sebagai ketua Panjanya. Baru saya bisa jawab nanti,, kalau sudah tergodok semuanya baru bisa terjawab. Ada enggak ini, ada enggak ini gitu,” sambungnya.
Bob Hasan juga menegaskan, nomenklatur untuk RUU Pembatasan Uang Kartal dan lainnya masih dalam tahap pembahasan.
Proses penyusunan Prolegnas akan terus berjalan hingga 28 November 2024.
"Iya makanya, itu tadi, kalau pembatasan uang kartal atau apa, itu kan nomenklatur-nomenklatur dalam susunan yang dimasukkan ke dalam Prolegnas. Itu kan nanti terbentuk Panja. Baru digodok semuanya, masuk tidak dalam satu tahun untuk 2025, atau dalam (jangka panjang) 2025-2029," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyatakan bahwa pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal perlu dilakukan di DPR.
"Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui, bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Uang Kartal di DPR," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengungkapkan, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
"Informasi terakhir bahwa RUU tersebut (RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal) belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan," tambah dia.
Ia menekankan pentingnya RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk memitigasi temuan kasus korupsi yang melibatkan uang tunai.
"Informasi terakhir bahwa RUU tersebut (RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal) belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan." ujarnya.
Lebih lanjut, Tessa menjelaskan bahwa RUU ini bertujuan untuk memitigasi risiko terkait temuan suap dalam bentuk uang tunai, baik itu rupiah maupun valuta asing.
Ia mengatakan, tanpa RUU tersebut pemberantasan korupsi cukup menyulitkan aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian.
"Rancangan undang-undang tersebut yang mana bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai, baik itu rupiah maupun valuta asing," ujarnya.