Ketua Komisi XI Sebut PDI-P Mencla-Mencle soal PPN 12 Persen

Ketua Komisi XI Sebut PDI-P Mencla-Mencle soal PPN 12 Persen

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyebut PDI Perjuangan bersikap mencla-mencle soal kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025.

Hal itu disampaikan Misbakhun merespons sikap PDI-P yang menyuarakan agar kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen dibatalkan pemerintah.

Padahal, PDI-P turut menyetujui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur PPN 12 persen pada Oktober 2021 lalu.

"Untuk itu, kalau saat ini ada upaya politik balik arah dari PDI Perjuangan dengan melakukan upaya penolakan itu berarti mereka mau tinggal glanggang colong playu," ujar Misbakhun dilansir dari Antara, Senin (23/12/2024).

Misbakhun mengungkapkan, saat itu dirinya ikut menjadi anggota Panja RUU HPP itu sehingga ikut menyaksikan dan mengetahui dinamika pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dalam RUU tersebut.

"Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan undang-undang itu, bahkan kader PDI Perjuangan Dolfie OFP menjadi Ketua Panja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," tuturnya.

Untuk itu, Anggota Fraksi Golkar ini menilai tidak selayaknya PDI-P seolah cuci tangan terhadap kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Sebab, semuanya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP yang ditetapkan pada era Jokowi.

"Tidak selayaknya PDI Perjuangan membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan mereka tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU HPP yang menentukan kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 nanti," katanya.

Oleh karena itu, ia menilai penerapan kenaikan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 merupakan konsekuensi yang harus dijalankan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai amanat UU HPP.

"Sebagai presiden yang dipilih rakyat untuk periode 2024–2029, Bapak Presiden Prabowo bersumpah harus menjalankan konstitusi negara dan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya," ucapnya.

Sebaliknya, dia menilai sikap Presiden Prabowo yang justru memberlakukan kebijakan kenaikan PPN 12 persen terhadap barang-barang mewah sebagai sebuah moderasi politik yang bijaksana.

"Bahwa amanat undang-undang tetap dijalankan dengan memperhatikan semua aspirasi masyarakat dan dunia usaha soal situasi ekonomi terkini yang memang membutuhkan banyak insentif dari negara. Untuk itu, Partai Golkar selalu memberikan dukungan kepada setiap arahan dan langkah politik dari Bapak Presiden Prabowo untuk diikuti dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," katanya.

Sumber