Ketua KPK Soroti Pengisian LHKPN: Lebih Banyak Abal-abal daripada Benarnya

Ketua KPK Soroti Pengisian LHKPN: Lebih Banyak Abal-abal daripada Benarnya

Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menyoroti pengisian Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) yang dilakukan dengan tidak jujur. Nawawi mengatakan pengisian yang tidak jujur itu lantas membuat KPK akan mengobservasi ke lapangan.

Hal itu disampaikan Nawawi dalam acara Penyerahan Sertifikat SMAP, Penganugerahan Insan Antigratifikasi, dan Seminar Nasional Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024). Nawawi mengatakan LHKPN menjadi salah satu instrumen untuk menjalankan tugas pencegahan korupsi.

Namun, Nawawi menyayangkan pihak-pihak yang tidak jujur dalam pengisian LHKPN. Nawawi mengatakan pengisian LHKPN tidak jujur itu kerap menjadi persoalan lain dalam upaya pencegahan korupsi.

"Hanya saja ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah bahwa ternyata pengisiannya (LHKPN) itu lebih banyak abal-abal daripada benarnya. Fakta pengisian (LHKPN) itu nggak bener lebih banyak gitu," kata Nawawi.

Nawawi mengatakan ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN, akan menimbulkan kecurigaan. Hal itu, kata dia, akan membuat KPK melakukan observasi terkait harta sebenarnya yang dimiliki oleh pejabat tersebut.

"Pengisian LHKPN kan lebih banyak amburadulnya, ada Fortuner diisi harganya Rp 6 juta, kita nanya ke dia gitu di mana dapat Fortuner Rp 6 juta? Kita pengen beli juga 10 gitu kan, itu kan kondisi yang ada," ungkapnya.

"Pada pelaporan yang agak janggal, justru itu kemudian menimbulkan ini (kecurigaan) kepada KPK untuk menindaklanjuti, dengan mengobservasi di lapangan. Jadi jangan kaget ada beberapa subjek lapor LHKPN ini, itu yang kami datangi, kami survei," imbuh dia.

Nawawi mengatakan ada sejumlah case yang diajukan dalam pengisian LHKPN. Nawawi lantas menyinggung kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Bea-Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.

"Kasus Rafael Alun, ada kasus Eko Darmanto itu LHKPN sudah bisa kita lihat di situ begitu berbedanya apa yang dicantumkan di dalam LHKPN, apa yang kita temukan itu jungkir balik faktanya, itu ada ratusan bahkan lebih daripada itu yang kita temukan bahwa ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN," ujarnya.

Sumber