Ketua KPU Jateng: Presiden Dilarang Kampanye di Pilkada 2024

Ketua KPU Jateng: Presiden Dilarang Kampanye di Pilkada 2024

SEMARANG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah Handi Tri Ujiono menegaskan, seorang presiden dilarang melakukan kampanye untuk peserta pemilu, termasuk menyampaikan visi dan misi salah satu pasangan calon (paslon) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Handi enggan berkomentar mengenai video dukungan Presiden RI Prabowo Subianto terhadap pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jateng nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin.

Ia menyatakan bahwa hal tersebut lebih tepat ditanyakan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hendi mengatakan, definisi kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

Kampanye dilaksanakan oleh Partai Politik Peserta Pemilu dan/atau Pasangan Calon, selain itu dapat dilaksanakan oleh Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dan tim Kampanye.

"Mengenai video yang disebut dalam wawancara Pasca Debat Kedua Pilgub Jateng 2024 pada Minggu (10/11/2024), kami perlu sampaikan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan telaah apakah Presiden RI Prabowo Subianto yang mengikuti kegiatan kampanye politik dalam Pilkada Serentak 2024," ungkap Handi usai debat kedua Pilkada Jateng di MAC Ballroom, Semarang, Minggu (10/11/2024) malam.

Handi mengatakan, terdapat norma tentang Presiden memiliki hak untuk berpolitik diatur dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Mungkin lebih tepatnya bisa ditanyakan ke Bawaslu, karena prinsipnya kami melayani peserta dan pemilih. Dalam hal seperti itu, kami tidak punya kompetensi untuk melakukan kajian terhadap konten walau saya sendiri sebenarnya sudah dapat informasi," ungkap Handi usai debat kedua Pilkada Jateng di MAC Ballroom, Semarang, Minggu (10/11/2024) malam.

Menurut Handi, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menilai konten video dukungan Prabowo tersebut.

"Terkait dengan konteksnya apakah disebut sebagai kampanye atau dukungan internal, mungkin bisa ditanyakan kepada Bawaslu terkait hal tersebut. Saya tidak mengomentari video itu, karena itu menjadi ranah bagian dari formilnya, ke Bawaslu ya terkait peraturan itu," imbuhnya.

Ketika ditanya mengenai aturan terkait keikutsertaan presiden dalam kampanye, Handi menegaskan, regulasi melarang presiden untuk terlibat dalam kampanye Pilkada.

"Aturannya kan kalau presiden melakukan kampanye, kampanye seperti menyampaikan visi misi program sebagai bagian dari tim, tentu sebagai presidennya tidak diperkenankan mengikuti kampanye. Kalau tadi kan tanyanya apakah presiden boleh kampanye? Kalau sebagai presiden ya tidak boleh kampanye," tegas Handi.

Hendi menjelaskan, Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pengaturan pemilu tata cara presiden ikut kampanye, di antaranya wajib ambil cuti karena selama kegiatannya berkampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan dari pasukan pengamanan presiden (Paspampres).

Dalam aturan itu, presiden juga cuti di luar tanggungan negara, yang artinya presiden tidak mendapatkan gaji dan tunjangan jika dia ikut kampanye.

"Aturan yang sama juga berlaku untuk menteri-menteri yang ikut terlibat kampanye," kata Hendi.

Handi juga menolak mengaitkan aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye dengan video dukungan yang ramai beredar di media sosial.

"Jadi begini, kampanye adalah penyampaian visi misi program oleh paslon atau orang yang ditunjuk oleh paslon. Kemudian, siapa saja yang boleh dan dilarang? Yang dilarang adalah melibatkan ASN, kepala desa, pejabat BUMN. Itu limitatif," jelasnya.

Lebih lanjut, Handi menambahkan bahwa kampanye diperbolehkan bagi sosok presiden setelah menyelesaikan masa jabatannya dan tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara.

"Kalau seperti presiden ya tidak boleh. Kalau mantan presiden boleh, kan bukan presiden, bukan pejabat negara, boleh saja," tandas Handi.

Sumber