Ketua Terpilih KPK Pastikan OTT Tetap Ada

Ketua Terpilih KPK Pastikan OTT Tetap Ada

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua KPK terpilih periode 2024-2029 Setyo Budiyanto memastikan bahwa KPK di bawah kepemimpinannya tidak akan meniadakan operasi tangkap tangan (OTT).

Namun, Setyo menyebutkan bahwa ada kemungkinan perubahan istilah untuk menyebut OTT.

"Sebagaimana apa yang saya sampaikan pada saat fit proper OTT tetap lanjut. Sudah disampaikan oleh Pak Alexander Marwata, beliau sampaikan bahwa penamaan. Sebenarnya kan ini hanya diskusinya terkait masalah penamaan ya, gitu, apa, nomenklatur," kata Setyo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Setyo meyakini semua pimpinan KPK terpilih masih sepakat terkait OTT itu.

Sebab, OTT merupakan pintu masuk untuk penindakan kasus korupsi yang lebih besar.

Ia mengaku bakal membahas kelanjutan OTT di KPK bersama empat pimpinan KPK terpilh lainnya.

"Kami berlima nanti akan kami bahas lebih selektif lagi, lebih detail lagi, bagaimana bisa lebih bagus, yang lebih bisa mengungkap kasus yang lebih besar kemudian bisa bermanfaat," kata Setyo.

OTT KPK sempat menjadi sorotan karena salah satu wakil ketua KPK terpilih Johanis Tanak berjanji OTT ditiadakan jika terplih jadi ketua KPK.

Tanak menyampaikan hal ini dalam fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di Komisi III DPR RI, Jakarta, 19 November 2024.

"Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Tanak.

Dalam pandangannya, Tanak menyebut bahwa "operasi" dalam OTT tidak sesuai dengan pengertian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mendefinisikan "tertangkap tangan" sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara spontan tanpa perencanaan.

Menurut Tanak, tindakan tangkap tangan yang dilakukan tanpa perencanaan lebih tepat diartikan sebagai bentuk penegakan hukum yang sah, sesuai dengan prinsip KUHAP.

Dia pun mengungkapkan, menurut kamus bahasa Indonesia, istilah "operasi" lebih tepat digunakan dalam konteks yang terencana, seperti operasi medis yang memerlukan persiapan matang.

Selain itu, Tanak mengatakan bahwa praktik OTT yang terkesan terorganisasi dan terencana justru bertentangan dengan pengertian "tertangkap tangan" yang seharusnya bersifat mendadak dan langsung.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan kegiatan penangkapan atau OTT yang biasa dilakukan oleh penyidik KPK tidak mungkin bisa dihapuskan.

Sebab, kegiatan penindakan tersebut telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) UU KPK yang menyebutkan bahwa "Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan".

"Enggak ada (OTT dihapus), kalau seperti itu kan, kan ada Pasal 12 ayat 1. KPK di dalam proses penyidikan sudah bisa melakukan penyadapan. Bahwa alat bukti itu juga termasuk juga alat bukti elektronik, rekaman suara, rekaman gambar dan sebagainya," kata Alex di Hotel Meru, Sanur, Kota Denpasar, Bali, pada Senin (2/12/2024).

Dia menjelaskan, OTT yang dilakukan oleh KPK selama ini bukan digelar secara tiba-tiba. Namun, selalu didahului dengan penyelidikan berdasarkan surat perintah penyidikan atau sprindik.

Selanjutnya, KPK melakukan penyadapan, pengintaian untuk mengumpulkan bukti terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan pelaku.

Setelah bukti tercukupi, pihaknya baru akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap terduga pelaku.

Menurut Alex, ada diksi OTT lebih tepat jika disebut kegiatan penangkapan.

"Jadi mungkin lebih tepatnya kegiatan penangkapan, itu ujung dari proses penyelidikan. Tentu dari penyelidikan telah diperoleh kecukupan alat bukti," imbuh Alex.

Sumber