Keuntungan Vendor Disoroti Buntut Keracunan MBG di Nunukan, Berapa Laba yang Diambil?
NUNUKAN, KOMPAS.com – Kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Nunukan, Kalimantan Utara, terus menjadi pembahasan di masyarakat.
Banyak warganet yang menuding pihak Satuan Pelayanan Penyedia Gizi (SPPG) sebagai vendor, terlalu banyak mengambil untung dalam program MBG untuk SD 03 dan SMAN 2 Nunukan Selatan.
Lalu bagaimana sebenarnya aturan pengambilan laba di program MBG tersebut?
Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan Perwakilan BGN untuk Nunukan Selatan, Aji Sanjaya mengatakan, SPPG atau vendor, diberi batasan paling banyak untung Rp 2.000 per porsi.
"Keuntungan vendor, paling tinggi itu Rp 2.000 dalam setiap porsinya," ujar Aji ditemui, Senin (20/1/2025).
Dari anggaran Rp 15.000 untuk porsi MBG, sebesar Rp 5.000 diperuntukkan untuk keuntungan, operasional, dan pajak.
Dengan rincian, Rp 2.000 untuk keuntungan vendor, Rp 2.000 untuk distribusi dan operasional.
"Dan Rp 1.000, untuk pembayaran pajak ke Negara," urainya.
Aji berharap, program MBG bisa segera dilakukan menyeluruh.
Menurutnya, MBG bukan hanya masalah makan gratis bagi anak-anak sekolah, melainkan menjadi salah satu faktor penggerak ekonomi masyarakat.
Sayangnya, sampai hari ini, masih banyak sekolah di Nunukan yang belum mendapat jatah MBG.
"BGN telah mensyaratkan 1 SPPG, paling banyak menyediakan 3.500 porsi. Melayani jarak sekolah tidak boleh melebihi radius 6 Km, atau memiliki jarak tempuh paling lama 30 menit," jelas Aji.
Sebelumnya, puluhan murid SDN 03 Nunukan Selatan dan sejumlah guru mengalami mual dan diare, diduga akibat menu ayam kecap yang disajikan pada pekan kedua program MBG.
"Memang benar ada kejadian yang sama di sekolah lain. Tapi yang melapor ke kami hanya SDN 03. Jadi konsen kami saat itu, SDN 03," ujar Aji saat dikonfirmasi.
Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa bahan baku daging ayam yang digunakan dibeli dalam bentuk beku dari penjual ayam pinggir jalan.
Selain itu, terjadi penambahan jumlah penerima MBG yang tidak terencana, dari 2.500 anak menjadi 3.200 anak.
"Perkiraan pihak dapur meleset. Mereka pikir 300 Kg daging ayam cukup. Tapi ternyata tidak, dan menambah belanja 20 Kg daging ayam lagi," jelas Aji.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pihak terkait untuk meningkatkan kinerja dan pengawasan agar kejadian keracunan makanan tidak terulang di masa mendatang.